Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan Kepala CIA, David Petraeus, memperingatkan bahwa Rusia berpotensi akan menyerang negara Eropa lain setelah upayanya menguasai Ukraina.
Pernyataan ini disampaikan dalam acara diskusi di think-tank Policy Exchange, London, yang sekaligus mengkritik langkah-langkah yang diambil oleh Presiden AS Donald Trump dan Joe Biden dalam menghadapi Vladimir Putin.
Ancaman Invasi Rusia Setelah Ukraina
Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, dunia seakan berada di ambang Perang Dunia III. Meskipun beberapa upaya gencatan senjata pernah digaungkan, konflik antara kedua negara masih terus berlangsung.
Baca Juga: Trump Ultimatum ke Putin, Beri Waktu Dua Minggu untuk Hentikan Perang
Mengutip ladbible, Petraeus menegaskan bahwa jika Rusia berhasil menguasai Ukraina, negara-negara anggota NATO lainnya, terutama di kawasan Baltik, akan menjadi sasaran berikutnya.
“Tujuan Putin adalah menggulingkan pemerintahan Ukraina dan memasang pemimpin boneka,” ujar Petraeus. “Setelah itu, fokusnya akan beralih ke negara-negara Baltik. Lithuania, misalnya, sering disebut dalam pidatonya dan kita seharusnya lebih mendengarkan peringatan tersebut.”
Kritik terhadap Trump dan Biden
David Petraeus juga menyoroti kebijakan Presiden Donald Trump dan Joe Biden dalam menghadapi krisis ini.
Meski Trump mengklaim memiliki hubungan dekat dengan Putin, ia gagal mempengaruhi Presiden Rusia untuk menghentikan operasi militer di Ukraina. Bahkan, Trump pernah menyebut Putin sebagai “sangat gila” usai serangan mematikan terbaru Rusia di Ukraina.
Baca Juga: Putin: Microsoft dan Zoom Harus 'Dicekik' karena Masih Raup Untung di Rusia
Di sisi lain, Petraeus mengkritik pemerintahan Joe Biden yang dinilai lambat dalam mengirim bantuan militer yang dibutuhkan Ukraina. Petraeus menyebut sejumlah keputusan yang tertunda, termasuk pengiriman tank M1 Abrams dan pesawat tempur F-16, yang seharusnya dapat memperkuat posisi Ukraina di medan perang.
“Kita menyaksikan tiga kali Presiden AS mengancam akan mengambil pendekatan berbeda dalam dua minggu ke depan, tapi hasilnya tidak jelas. Terlalu lama dalam membuat keputusan soal bantuan militer seperti pengiriman tank M1 dan pesawat F-16,” jelas Petraeus.