Sumber: Euronews | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bitcoin, mata uang kripto terbesar dan paling populer di dunia, kembali mencatatkan tonggak sejarah baru setelah menembus harga US$111.000 (€98.000) pada Kamis dini hari waktu Eropa Tengah (CEST).
Kenaikan ini melampaui rekor sebelumnya yang dicapai pada saat pelantikan Presiden Donald Trump pada 20 Januari, di mana Bitcoin saat itu sempat diperdagangkan di atas US$109.000 (€96.000).
Faktor Pendorong: RUU Stablecoin dan Optimisme Pasar
Salah satu pendorong utama lonjakan harga Bitcoin kali ini adalah optimisme investor terhadap kemajuan legislasi kripto di Amerika Serikat, khususnya terkait RUU GENIUS (Guidelines for the Establishment of Nationally Issued and Uniform Stablecoins).
RUU ini merupakan kerangka regulasi pertama yang diajukan di bawah administrasi kedua Presiden Trump, dan dipandang sebagai langkah besar menuju legalisasi dan pengawasan stablecoin secara nasional.
Baca Juga: Robert Kiyosaki Ramal Bitcoin Tembus US$250.000: Beli Lebih Banyak, Jangan Jual!
Pada awal pekan ini, kelompok senator Demokrat di Senat AS menarik penolakan mereka terhadap RUU tersebut, memungkinkan RUU tersebut melewati pemungutan suara prosedural penting dan meningkatkan peluang pengesahan dalam waktu dekat.
RUU ini bertujuan mengatur stablecoin, yakni mata uang kripto yang nilainya dipatok terhadap aset acuan seperti dolar AS, euro, atau emas. Undang-undang tersebut mencakup perlindungan konsumen serta upaya mencegah penyalahgunaan stablecoin untuk pendanaan terorisme atau tindak kriminal lainnya.
Keterlibatan Trump dan Keluarga dalam Dunia Kripto
Kontroversi sempat melingkupi RUU ini karena dugaan konflik kepentingan. Presiden Trump sendiri meluncurkan meme coin miliknya pada Januari, sementara bisnis keluarganya ikut mendukung peluncuran stablecoin USD1 pada Maret. Stablecoin USD1 dipatok terhadap simpanan dolar AS dan didukung oleh surat utang negara jangka pendek.
Namun, David Sacks, penasihat kripto Gedung Putih sekaligus penasihat senior AI untuk Trump, menyatakan bahwa kejelasan hukum melalui RUU ini dapat mendorong permintaan besar-besaran terhadap obligasi pemerintah AS.
“Jika kita memberikan kejelasan hukum dan kerangka legal untuk stablecoin, kita bisa menciptakan permintaan triliunan dolar terhadap surat utang negara secara praktis dalam semalam,” ujarnya kepada CNBC.
Lonjakan Minat Institusional dan Aksi Beli Strategis
Tidak hanya faktor politik dan regulasi, minat institusional juga menjadi motor penggerak kuat dalam reli Bitcoin kali ini.
Perusahaan investasi Strategy, yang dipimpin oleh tokoh kripto terkenal Michael Saylor, mengumumkan pembelian tambahan Bitcoin senilai US$765 juta (€675 juta) pada hari Senin, sehingga total kepemilikan mereka kini melebihi US$63 miliar (€56 miliar).
Baca Juga: Lupakan Sell in May, Bitcoin Tembus US$107.000 dan Diprediksi Cetak Rekor Baru
Lembaga keuangan besar seperti JPMorgan Chase, Morgan Stanley, dan BlackRock juga dilaporkan memperluas penawaran aset kripto kepada klien-klien kelas atas mereka.
“Yang paling menentukan dalam reli pasar ini adalah siapa yang membeli. Untuk pertama kalinya dalam sejarah bull market Bitcoin, partisipasi institusi menjadi elemen utama,” kata Josh Gilbert, analis pasar di eToro Australia.
Hingga saat ini, Bitcoin telah mencatat kenaikan hampir 20% sepanjang tahun berjalan (year-to-date), jauh melampaui indeks saham utama seperti S&P 500 yang justru turun 0,48%, sementara Nasdaq naik tipis 2,7%.
Bahkan dibandingkan dengan emas, yang dikenal sebagai aset safe-haven dan naik sekitar 21%, Bitcoin tetap menunjukkan daya tarik lebih besar di kalangan investor agresif.
Kekhawatiran terhadap Obligasi Pemerintah AS dan Dampaknya
Di tengah reli Bitcoin, pasar obligasi AS justru menunjukkan tekanan. Lelang obligasi pemerintah bertenor 20 tahun pada hari Rabu memperlihatkan minat investor yang lemah, menyebabkan kenaikan tajam pada imbal hasil obligasi (yield).
Baca Juga: Harga Bitcoin ATH di Level US$110.000, Investor Baru Ikuti Jual-Beli Aset yang Aman
Kenaikan yield tersebut berbanding terbalik dengan harga obligasi dan mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap utang pemerintah AS yang terus membengkak, diperparah dengan usulan pemotongan pajak baru dari pemerintahan Trump.
Ditambah lagi, Moody’s baru saja menurunkan outlook kredit AS pada Jumat lalu, semakin memperkuat sentimen negatif di pasar keuangan. Akibatnya, saham-saham AS, nilai tukar dolar, dan harga obligasi semuanya mengalami tekanan jual.
Meskipun Bitcoin mencetak rekor dan menunjukkan kinerja unggul, para analis tetap memperingatkan bahwa Bitcoin adalah aset yang sangat volatil dan tidak memiliki dukungan fundamental sebagaimana saham yang didorong oleh kinerja perusahaan.
Dengan kata lain, reli Bitcoin kali ini didorong oleh sentimen, spekulasi, dan kebijakan—bukan oleh faktor ekonomi riil.