Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perang dagang anara AS-China memang jadi salah satu dinamikan hubungan internasional yang paling menarik untuk diikuti dalam beberapa tahun belakangan ini.
Dua negara sama-sama memiliki pengaruh yang luas secara global. Investasi tersebar di berbagai belahan dunia, produk-produk buatan negara mereka juga berhasil jadi unggulan di bidangnya masing-masing. Baik AS maupun China sama-sama memiliki ambisi untuk memperluas pengaruhnya di bidang ekonomi, bahkan lebih ekstremnya lagi adalah di bidang politik.
Kedua negara juga sepertinya paham betul bahwa saat ini mereka sedang bersaing untuk menjadi poros kekuatan baru di dunia. Persaingan ini mulai memunculkan sejumlah kebijakan yang sengaja menjatuhkan satu sama lain.
Baca Juga: Trump akan larang penjualan TikTok di semua platform aplikasi di AS
Dalam dinamika persaingan yang kemudian menimbulkan perang dagang berkepanjangan ini, sejumlah momen penting telah dilalui. Jual beli serangan dalam bentuk kebijakan ekonomi dan perdagangan sudah dikeluarkan.
Berikut ini kami rangkum momen-momen penting dalam dinamikan peranng dagang AS-China yang mulai memanas sejak tahun 2016 silam.
Tahun 2016
Pada bulan Juni 2016, Donald Trump yang saat itu masih berstatus sebagai calon presiden AS sudah mulai menyampaikan program kerjanya di bidang ekonomi. Dalam hal ini, Trump sudah melilhat China sebagai sesuatu yang harus dilawan.
Berdasarkan catatan Reuters, Trump menjabarkan rencana untuk melawan praktik perdagangan yang tidak adil dari China pada rapat umum kampanye di Pennsylvania. Ia dan jajarannya meninjau langkah-langkah untuk menerapkan tarif tambahan berdasarkan pasal 201 dan 301 dari Undang-Undang Perdagangan tahun 1947.
Upaya penerapan tarif impor tambahan ini terus menjadi fokus Trump setelah terpilih menjadi presiden.
Baca Juga: China: Pesawat mata-mata AS di Laut China Selatan ancam keselamatan penerbangan sipil
Tahun 2017
Di tahun ini Trump sudah terpilih menjadi presiden AS. Ia mulai menyerukan penegakan aturan tarif yang lebih ketat dalam kasus anti-subsidi dan anti-dumping serta meninjau kembali defisit perdagangan AS.
April 2017, Trump dan Xi Jinping bertemu untuk pertama kalinya sebagai pemimpin AS dan China. Mereka menyetujui rencana 100 hari untuk membicarakan masalah perdagangan.
Sayangnya, setelah 100 hari terlewati, kedua belah pihak gagal menyepakai langkah-langkah baru untuk mengurangi defisit perdagangan AS dengan China.
Baca Juga: Gara-gara hubungan memburuk, Donald Trump sudah lama tak berbicara dengan Xi Jinping
Tahun 2018
Memasuki tahun 2018, jual-beli serangan mulai terlihat. Diawali pada bulan Januari, Trump mulai menerapkan tarif impor tambahan untuk produk mesin cuci dan panel surya yang datang dari China.
Setelah itu Trump menerapkan tambahan tarif impor sebesar 25% untuk impor baja dan 10% untuk impor aluminium.
China membalasnya dengan kebijakan yang kurang lebih sama. Pemerintahan Jinping memberlakukan tarif tambahan sebesar 25% untuk 128 produk AS, termassuk pesawat terbang dan kedelai.
AS langsung membalas dengan mengumumkan rencana pengenaan tarif tambahan sebesar 25% untuk impor China yang senilai $50 miliar. Pada bulan Juni, China merespons dengan mengenakan tarif tambahan untuk setiap impor dari AS dengan nilai $34 miliar.
Baca Juga: Di tengah perseteruan yang makin panas, AS dan China tetap cari celah perdamaian
Memasuki bulan Agustus, AS merilis daftar $16 miliar berang China yang akan dikenakan pajak sebesar 25%. China membalas dengan bea 25% atas $16 miliar barang AS.
Tari tambahan 10% untu $200 miliar impor China mulai berlaku pada September 2018, dan akan naik menjadi 25% pada Januari 2019. China membalas dengan mengenakan pajak untuk $60 miliar barang impor AS.
Menutup perang sengit di tahun 2018, kedua negara sepakat untuk duduk bersama, menyetujui penghentian selama 90 hari atas pengenaan tarif impor tambahan.
Tahun 2019
Pada periode April-Mei, negosiator AS dan Chian mengadakan pembicaraan perdagangan di Beijing, menyusun draf perjanjian perdagangan setebal 150 halaman. Tanggal 3 Mei tengah malam, Beijing menghubungi Washington, menyatakan menolak hampir semua aspek yang tertulis dalam draf.
Tidak lama setelah itu, AS melarang raksasa teknologi dari China, Huawei, untuk membeli suku cadang dan komponen apapun dari perusahaan AS.
Baca Juga: Pengakuan Trump: Hubungan erat dengan Xi Jinping berubah pasca Covid-19
Pada pertemuan G20 di Osaka bulan Juni, Trump sepakat untuk tidak memberikan tarif baru serta mengurangi pembatasan pada Huawei. Di sisi lain, Jinping sepakat untuk pembelian produk pertanian baru dari AS.
Namun pada bulan Agustus, China menghentikan pembelian produk pertanian setelah sebelumnya Trump mengumumkan tarif tambahan 10% untuk $300 miliar impor China. China kemudian mengumumkan tarif pembalasan atas barang-barang asal AS dengan nilai sekitar $75 miliar.
Bulan September pembicaraan antara kedua negara sempat terjadi. Pihak AS akhirnya sepakat untuk mengeluarkan pengecualian tarif pada sekitar 400 produk dari China.
Baca Juga: Menakar kekuatan angkatan laut China versus AS, siapa yang lebih unggul?
Pada bulan Oktober, Departemen Perdagangan AS menempatkan 28 perusahaan China dalam "daftar entitas," atas dugaan keterlibatan mereka dalam pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.
Beberapa momen penting di atas bisa dibilang menjadi yang terpenting dalam upaya saling serang antara kedua negara. Sampai tahun 2020 ini perang dagang antara kedua negara masih terus terjadi.
Walaupun begitu, persaingan antara AS-China di Laut China Selatan sepertinya jauh lebih panas jika dibandingkan dengan perang dagang.