Sumber: Channel News Asia | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
Visi Shanghai untuk menjadi pusat keuangan internasional mulai digaungkan oleh Pemerintah China pada 2009 silam. Pada Februari lalu, Pemerintah China mengeluarkan pedoman baru untuk mempercepat terlaksananya visi tersebut.
Pedoman baru tersebut termasuk uji coba di Lingan New Area, perpanjangan dari zona perdgangan bebas Shanghai yang disebut-sebut sebagai jendela baru menuju globalisasi ekonomi.
"Jika pemerintah tidak mampu memelihara lingkungan, Shanghai mungkin tidak dapat menjadi pusat keuangan dunia seperti yang diharapkan. Ekosistam bisa terbentuk secara alami, atau karena ada upaya dari pemerintah," ungkap Prof Shuquan.
Menurut Shuquan, Shanghai saat ini belum mampu menjadi pusat keuangan dunia karena mata uang China, yuan, belum bisa dikonversi secara bebas. Selain itu, volume eskpor dan impor sangat perlu diperhatikan.
"Ada kesenjangan antara status mata uang dan volume espor impor. Volumenya terlalu tinggi, sementara status mata uang tidak terlalu tinggi," kata dia.
Baca Juga: China agendakan latihan militer terpadu di sekitar wilayah Taiwan
Sejalan dengan itu, Lim mengungkapkan, status yuan yang tidak bisa dikonversi dengan bebas bisa menjadi pengganjal upaya Shanghai untuk menjadi pusat ekonomi dunia.
"Yuan yang tidak dapat dikonversikan membebankan biaya tambahan dalam melakukan binis, ini merupakan penghalangan tambahan," sebutnya.
Meskipun demikian, Lim melihat Shanghai telah membuat kemajuan luar biasa menuju tujuannya menjadi pusat keuangan dunia.
Keberhasilannya nanti bergantung pada bagaiaman Pemerintah China mampu mengelola ekosistem bisnis yang ada di Shanghai. Sejumlah masalah yang muncul di tengah pandemi ini juga bisa menjadi pekerjaan rumah yang cukup sulit bagi China.
Baca Juga: 10 Negara tertua di dunia, salah satunya juga merupakan negara terkecil