Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Tri Adi
Masyarakat dunia akan terus menyaksikan perseteruan panas antara Uber Technologies dan Didi Chuxing di panggung bisnis transportasi online. Agar bisa melampaui dominasi Uber, Cheng Wei menjiplak resep sukses Uber di layanan pemesanan mobil pribadi. Cheng juga terus mendiversifikasi layanan untuk mendongkrak pangsa pasar di China. Mengejar Uber di pasar global, Didi berinvestasi pada perusahaan pesaing Uber seperti Lyft, GrabTaxi, dan Ola.
Menjadi penguasa pasar transportasi online China bukan berarti posisi aman bagi Didi Chuxing. Pasalnya, Uber Technologies berambisi menguasai China lantaran merupakan negara dengan kontribusi tertinggi di luar Amerika Serikat (AS).
Cheng Wei memilih diversifikasi layanan sebagai resep utama untuk menjegal pertumbuhan Uber di China. Awalnya, Didi merupakan merger antara dua perusahaan aplikasi taksi online.
Pascamerger di hari Valentine 2015, Cheng memimpin perubahan besar di tubuh Didi. Paham betul kekuatan Uber yang sudah mendunia, Cheng meniru Uber.
Dus, Didi merambah pasar mobil pribadi non taksi laiknya Uber. Strategi ini terbukti jitu. Trafik sekaligus pengguna Didi melesat. Saat ini, pemesanan mobil pribadi menyumbang 40%-50% dari total pendapatan Didi.
Cheng juga menyadari betul kekuatan yang dimiliki Didi. Dengan dukungan dua perusahaan teknologi Alibaba dan Tencent sebagai investor, Didi menjelma menjadi perusahaan transportasi online yang hadir di berbagai kanal internet.
Cheng menawarkan kemudahan pembayaran pengguna dengan memanfaatkan Alipay, sistem pembayaran milik Alibaba. Cheng juga menggandeng sosial media paling populer di China, WeChat yang dimiliki Tencent.
Asal tahu saja, pengguna aktif WeChat mencapai 650 juta. Selain bisa menggunakan aplikasi pesan WeChat untuk memesan kendaraan, Didi juga menggunakan Wech Wallet sebagai alat pembayaran.
Untuk memperbesar pangsa pasar, lagi-lagi Didi mengekor jejak Uber yang masuk pasar premium. Didi meluncurkan layanan Didi Black yang memungkinkan pengguna menyewa kendaraan mewah.
Didi bahkan menambah layanan pemesanan bus dan pemesanan sopir pribadi. Mengutip Tech In Asia, untuk mengembangkan Didi Bus, Cheng bekerja sama dengan beberapa perusahaan operator bus dan perusahaan perjalanan wisata. Berbagai diversifikasi produk ini membuat Didi mampu melayani 11 juta perjalanan per hari.
Tak mau sekadar jago kandang, Didi menjajal pangsa pasar di luar China. Mengutip Tech Crunch, langkah awal, Didi mengikat kerja sama dengan Lyft, rival abadi Uber di AS. September 2015, Didi membenamkan investasi US$ 100 juta di Lyft. Akhir tahun lalu, Didi juga merambah pasar Asia dengan memimpin suntikan dana sekitar US$ 350 juta di GrabTaxi dan US$ 500 juta di Ola.
Dengan memiliki saham Lyft, GrabTaxi, dan Ola, cengkeraman bisnis Didi kian mendunia. Dalam beberapa bulan terakhir, Didi getol membentuk aliansi global dengan tujuan menyalip popularitas Uber.
Mengutip AllChinaTech, kompetisi panas antara Uber dan Didi masih akan terus berubah di masa depan. Aksi saling balap bakal terus mewarnai aksi korporasi di antara keduanya.
Sejatinya, ada yang cerita menarik antara Cheng Wei dan Travis Kalanick, pendiri Uber. Suatu kali, Kalanick bertemu dengan Cheng, Juli 2014.
Kala itu, Kalanick meyakinkan Cheng bahwa Uber telah mendominasi pasar dunia. Kalanick menawarkan dana segar kepada Cheng, kesempatan untuk Cheng menyerah.
Setelah diskusi berjam-jam, Cheng yang saat itu menjadi CEO Didi Dache, menolak tawaran Kalanick. "Memang Uber lebih dahulu mengglobal, tapi akan ada masanya kami akan menyalip Uber," ungkap Cheng, seperti dilansir Wall Street Journal.
Kendati berambisi mengalahkan Uber, Cheng mengakui bahwa Kalanick merupakan inspirasinya dalam berbisnis. Yang jelas, Cheng meyakini, pertarungan dengan Uber, khususnya di pasar China, masih berlanjut.
(Bersambung)