Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - ABU DHABI. Menteri Energi Arab Saudi yang baru Pangeran Abdulaziz bin Salman memastikan, tidak ada perubahan radikal dalam kebijakan minyak negaranya.
Menurut Pangeran Abdulaziz, yang baru menjadi menteri energi Arab Saudi pada Ahad (8/9) lalu menggantikan Khalid al-Falih, perubahan kebijakan tetap berdasarkan pertimbangan strategis, seperti cadangan dan konsumsi energi.
Baca Juga: Anak raja Arab jadi menteri energi, harga minyak terus mendaki
Di sela-sela konferensi energi di Abu Dhabi, Senin (9/9), Pangeran Abdulaziz juga mengatakan, aliansi OPEC+ bakal "tinggal untuk jangka panjang" dan meminta anggota OPEC untuk mematuhi target produksi.
"Kami selalu bekerja dengan cara yang kohesif dan koheren di dalam OPEC untuk memastikan bahwa produsen bekerja dan sejahtera bersama," kata sang pangeran kepada wartawan seperti dikutip Reuters.
OPEC+ merupakan organisasi baru bentukan negara-negara anggota OPEC dengan negara produsen minyak non-OPEC.
Baca Juga: Kali pertama dalam sejarah, Arab Saudi punya menteri energi baru seorang pangeran
"Akan salah kalau saya mencegah anggota OPEC lainnya," ujar Pangeran Abdulaziz ketika ditanya, apakah ada kebutuhan untuk memangkas produksi minyak lebih lanjut untuk mendukung pasar.
Sebelumnya, Pangeran Abdulaziz membantu menegosiasikan kesepakatan antara OPEC dan negara produsen lain alias OPEC+ untuk mengurangi pasokan minyak mentah global untuk mendukung harga dan menyeimbangkan pasar.
Pangeran Abdulaziz menolak untuk mengomentari harga minyak yang naik pada hari ini, di tengah berita pengangkatannya sebagai menteri energi Arab Saudi. Harga minyak Brent naik 35 sen menjadi US$ 61,89 per barel pada pukul 17.46 WIB, sementara WTI naik 31 sen jadi US$ 56,83.
Baca Juga: Harga minyak tergelincir data pekerjaan AS yang mengecewakan
Yang jelas, Pangeran Abdulaziz bilang, dia tidak percaya permintaan minyak dunia melambat, dan prospek ekonomi global akan membaik begitu sengketa perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China berakhir.
Menteri Perminyakan Oman dan Irak sebelumnya menyatakan kepada wartawan di Abu Dhabi, terlalu dini untuk menilai, apakah pemotongan produksi lebih dalam diperlukan untuk mendukung pasar minyak saat kekhawatiran resesi global akibat pertikaian dagang AS-China.
Baca Juga: Pasca koreksi wajar, harga minyak diprediksi naik
Menteri Perminyakan Irak Thamer Ghadhban menyebutkan, Baghdad berkomitmen untuk mematuhi kesepakatan OPEC dan produksi negaranya mencapai 4,6 juta barel per hari.
"Kami benar-benar berkomitmen untuk menghormati (pembatasan produksi). Ekspor kami telah menurun sedikitnya 150.000 barel per hari dari wilayah Selatan," kata Ghadhban. Irak adalah produsen terbesar kedua di OPEC.