Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga minyak dunia kembali menguat pada perdagangan Jumat (26/9/2025) dan berada di jalur kenaikan mingguan lebih dari 4%.
Lonjakan ini dipicu serangan Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia yang mendorong Moskow membatasi ekspor bahan bakar.
Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent naik 13 sen atau 0,2% menjadi US$69,55 per barel pada pukul 09.10 GMT.
Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) naik 16 sen atau 0,3% menjadi US$65,14 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Brent dan WTI Naik 4% Sepekan, Lonjakan Terbesar Sejak Juni
“Premi risiko geopolitik yang terus meningkat selama dua bulan terakhir akibat intensifikasi serangan drone Ukraina kini terealisasi menjadi kekurangan pasokan nyata. Hal ini sangat merugikan Eropa yang secara struktural kekurangan distilat,” ujar analis PVM, Tamas Varga.
Dengan tren ini, Brent dan WTI tercatat akan membukukan kenaikan mingguan terbesar sejak pertengahan Juni.
Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak pada Kamis (25/9) mengatakan bahwa Moskow akan memberlakukan larangan parsial ekspor diesel hingga akhir tahun, serta memperpanjang larangan ekspor bensin yang sudah ada sebelumnya.
Pemangkasan kapasitas kilang membuat sejumlah wilayah Rusia mengalami kelangkaan beberapa jenis bahan bakar.
Ketegangan juga meningkat setelah NATO mengeluarkan peringatan akan merespons jika terjadi pelanggaran lebih lanjut terhadap wilayah udaranya.
Kondisi ini meningkatkan prospek sanksi tambahan terhadap industri minyak Rusia, menurut analis ANZ, Daniel Hynes.
Baca Juga: Harga Minyak Ditutup Stabil, Brent ke US$ 69,4 dan WTI ke US$ 64,9 Per Barel
Di sisi lain, pasokan global mendapat sedikit kabar positif setelah aliran minyak dari wilayah Kurdistan Irak menuju Turki dipastikan akan kembali beroperasi pada Sabtu (27/9), menurut dua pejabat Kementerian Minyak Irak.
Namun, potensi kenaikan harga minyak sedikit tertahan oleh data ekonomi AS. Produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat tumbuh 3,8% secara tahunan pada kuartal lalu, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, menurut Biro Analisis Ekonomi AS.
Data ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan tersebut dapat membuat The Fed lebih berhati-hati dalam memangkas suku bunga setelah penurunan 25 basis poin pekan lalu—pemangkasan pertama sejak Desember.