kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Operation Twist, Jurus terbaru The Federal Reserve


Kamis, 22 September 2011 / 11:28 WIB
Operation Twist, Jurus terbaru The Federal Reserve
ILUSTRASI. Suasana di sebuah pusat belanja di Jakarta, Selasa (10/11). KONTAN/Baihaki/11/10/2020


Reporter: Edy Can | Editor: Edy Can

Akhirnya, seperti banyak perkiraan para ekonom, The Federal Reserve meluncurkan kebijakan "Operation Twist", kemarin (21/9). Bank sentral Amerika Serikat ini telah memutuskan membeli surat utang jangka panjang pemerintah Amerika Serikat sebesar US$ 400 miliar.

Dana pembelian surat utang jangka panjang ini bukan berasal dari pencetakan uang baru melainkan dengan menjual surat utang berjangka lebih pendek. Dana penjualan surat utang kemudian dipakai untuk membeli surat utang jangka panjang.

Operation Twist pertama dan terakhir kali dilakukan pada masa pemerintahan John F. Kennedy pada 1961. Ketika itu, Kennedy yang terpilih sebagai presiden pada November 1960 menghadapi perekonomian AS yang lesu. Untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, pemerintah Amerika Serikat mempertahankan suku bunga tetap rendah.

Solusinya tersebut justru bikin Amerika Serikat semakin babak belur. Sebab, suku bunga yang rendah memicu eksodus dana besar-besaran dari Amerika ke Eropa. Banyak orang melepas dollar AS lalu membeli emas dan selanjutnya diinvestasikan di Benua Biru.

Ini lantaran, Eropa saat itu tidak mengalami resesi seperti sekarang ini. Suku bunga di Eropa lebih tinggi dibandingkan di Amerika Serikat.

Capital outflow ini yang bikin Kennedy dan bank sentral pusing kepala. Mau tak mau mereka harus menyetop aliran dana keluar tanpa harus menaikkan suku bunga. Sebaliknya, kalau suku bunga dinaikkan, kucuran kredit bagi belanja perusahaan bisa seret. Ujung-ujungnya, pertumbuhan ekonomi bakal mandeg.

Dilema ini kemudian diatasi pemerintahan Kennedy dengan cara memangkas yield surat utang jangka panjang dan menahan yield surat utang jangka pendek. Dasar pemikirannya bahwa investasi usaha dan permintaan rumah sangat tergantung pada imbal hasil surat utang jangka panjang. Sementara, pertukaran mata uang sangat tergantung pada imbal hasil surat utang jangka pendek.

Persoalannya adalah bagaimana menurunkan yield surat utang jangka panjang tersebut sembari menahan yang jangka pendek. Kennedy lantas mengajak The Fed bekerjasama.

Intinya, The Fed akan membeli surat utang jangka panjang pemerintah lewat pasar. Untuk membeli surat utang jangka panjang itu, bank sentral Amerika Serikat harus melego surat utang jangka pendek yang dipegangnya.

Sementara, Kementerian Keuangan akan mengatur pasokan surat utang jangka pendek. Sehingga semakin hari, pasar akan penuh dengan surat utang yang mempunyai tenor lebih pendek yang berimbal hasil lebih rendah.

Lewat kerjasama ini, pemerintah Amerika Serikat dan The Fed berusaha men-twist yield curve. Istilah twist sendiri diambil dari tarian “gila” dengan memutar-mutarkan pinggul dan megal-megol kaki yang diperkenalkan penyanyi Chubby Checker pada awal 1960-an.

Berdasarkan kajian Eric T. Swanson, peneliti senior Federal Reserve Bank of San Francisco, yield surat utang jangka panjang turun hingga 15 basis poin atau 0,15% selama Operation Twist dilakukan sejak 1961 hingga 1965.

Dengan demikian, jika yield lebih rendah, pemerintah Amerika Serikat berharap investor yang ingin mencari cuan gede tentunya mau tak mau akan beralih mencari portofolio lain. Salah satu harapannya, investor akan membenamkan duitnya pada sektor riil atau pasar properti. Alhasil, harapannya, belanja konsumsi ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.




TERBARU

[X]
×