Sumber: Cointelegraph | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar cryptocurrency mulai menunjukkan pemulihan setelah mengalami peristiwa likuidasi besar-besaran senilai US$19 miliar (sekitar Rp 315 triliun), didorong oleh tanda-tanda gencatan sementara dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Harga Bitcoin (BTC) sempat menembus level tertinggi dua pekan di US$116.400 pada perdagangan Senin (20/10), sebelum kembali berada di kisaran US$114.647.
Kenaikan ini dipicu oleh ekspektasi investor terhadap dua faktor makroekonomi utama yang akan terjadi pekan ini, yaitu keputusan suku bunga The Federal Open Market Committee (FOMC) pada Rabu, dan kemungkinan tercapainya kesepakatan dagang AS–China pada Kamis.
Sentimen Investor Membaik Seiring Harapan Gencatan Dagang
Sentimen investor kripto berbalik positif dari zona “fear” (ketakutan) menjadi “neutral” (netral) setelah muncul laporan bahwa AS dan China telah mencapai kerangka awal perjanjian tarif impor.
Baca Juga: Kyrgyzstan Luncurkan Stablecoin KGST dan Siapkan Uang Digital Bank Sentral
Kabar tersebut muncul hanya beberapa hari sebelum Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan bertemu pada Kamis (23/10) untuk membahas negosiasi perdagangan yang bertujuan mencegah eskalasi lebih lanjut antara dua ekonomi terbesar dunia.
“Optimisme baru-baru ini terhadap negosiasi dagang AS–China membantu memicu reli Bitcoin akhir pekan lalu. Tanda-tanda kemajuan ini meningkatkan sentimen risiko secara keseluruhan,” ujar Wenny Cai, Co-founder dan Chief Operating Officer platform perdagangan derivatif kripto SynFutures, dikutip dari Cointelegraph.
Trump Optimistis: “Kita Akan Capai Kesepakatan”
Menambah optimisme pasar, Presiden Donald Trump menyatakan keyakinannya bahwa kedua negara akan “berhasil mencapai kesepakatan” setelah pertemuan pada Kamis mendatang.
“Amerika Serikat dan China akan keluar dengan sebuah kesepakatan,” ujar Trump dalam pernyataannya di pesawat kepresidenan Air Force One, sebagaimana dilaporkan CNBC.
Baca Juga: Jepang Luncurkan Stablecoin Pertama yang Dipatok Mata Uang Yen
Isyarat de-eskalasi tersebut membantu Bitcoin menembus kembali biaya dasar pemegang jangka pendek (short-term holder/STH) di sekitar US$114.000, untuk pertama kalinya sejak ancaman tarif 100% Trump yang memicu kejatuhan pasar kripto senilai US$19 miliar pada awal Oktober.
Pemulihan di atas level ini dianggap penting karena kelompok STH dikenal lebih sensitif terhadap fluktuasi harga jangka pendek. Jika harga Bitcoin gagal bertahan di atas level tersebut, biasanya akan muncul tekanan jual signifikan dari kelompok ini.
Ancaman Tarif 100% dan Dampaknya
Sebelumnya, pada 10 Oktober, Trump mengumumkan rencana untuk memberlakukan tarif impor 100% terhadap produk China mulai 1 November 2025, jika kesepakatan dagang tidak tercapai.
“Mulai 1 November 2025 (atau lebih cepat tergantung pada tindakan China selanjutnya), Amerika Serikat akan memberlakukan tarif 100% terhadap China, di atas tarif yang sudah berlaku saat ini,” tulis Trump di akun Truth Social miliknya.
Baca Juga: Robert Kiyosaki Sebut Kripto Ini Punya Potensi Besar Seperti Bitcoin
Pernyataan tersebut memicu aksi jual besar-besaran di pasar kripto, dengan total likuidasi mencapai US$19 miliar selama akhir pekan setelah pengumuman. Akibatnya, harga Bitcoin sempat anjlok ke US$104.000 pada 17 Oktober sebelum akhirnya mulai pulih.
Keputusan Suku Bunga The Fed Jadi Fokus
Selain faktor geopolitik, keputusan suku bunga The Fed pada Rabu turut menjadi perhatian utama pelaku pasar. Ekspektasi terhadap penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin meningkatkan minat terhadap aset berisiko seperti kripto.
Menurut alat pemantau FedWatch dari CME Group, pasar kini memperkirakan peluang 96,7% bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada pertemuan tersebut.













