Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Bank sentral China kembali menahan suku bunga acuan kredit (loan prime rate/LPR) pada Senin (22/12/2025), meski ekonomi negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu masih menunjukkan tanda-tanda pelemahan dan sektor properti belum pulih.
People’s Bank of China (PBOC) mempertahankan LPR tenor 1 tahun di level 3% dan LPR tenor 5 tahun di 3,5%, sesuai dengan survei Reuters.
Melansir laman CNBC, keputusan ini menandai kali ketujuh berturut-turut PBOC tidak mengubah suku bunga acuannya.
Baca Juga: Emas dan Perak Sentuh Rekor Tertinggi Senin (22/12), Apa Pemicunya?
LPR 1 tahun menjadi acuan bagi sebagian besar pinjaman baru dan pinjaman berjalan, sementara LPR 5 tahun digunakan sebagai patokan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR).
Keputusan tersebut diambil di tengah rilis data ekonomi China yang cenderung mengecewakan pada November.
Penjualan ritel hanya tumbuh 1,3% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh di bawah proyeksi median Reuters sebesar 2,8% dan melambat dibandingkan pertumbuhan 2,9% pada bulan sebelumnya.
Produksi industri juga meleset dari ekspektasi, dengan kenaikan 4,8% secara tahunan, lebih rendah dari perkiraan pasar sebesar 5% dan menjadi laju pertumbuhan terlemah sejak Agustus 2024.
Sektor properti China masih berada dalam tekanan. Investasi aset tetap, yang mencakup properti, tercatat turun 2,6% sepanjang Januari–November dibandingkan periode yang sama tahun lalu, lebih dalam dari estimasi penurunan 2,3%.
Baca Juga: Harga Tembaga Naik Senin (22/12), Antofagasta & Smelter China Sepakati Biaya Olah Nol
Harga rumah baru pun terus menurun pada November. Di kota-kota tier-1 seperti Beijing, Guangzhou, dan Shenzhen, harga rumah baru turun 1,2% secara tahunan, sementara harga rumah bekas anjlok 5,8%.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan China menyatakan akan menerbitkan obligasi pemerintah khusus berjangka ultra-panjang pada tahun depan untuk mendanai proyek-proyek strategis dan pembangunan infrastruktur baru.
Langkah ini diharapkan dapat membantu menopang pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan deflasi.
Meski demikian, adanya kesepakatan dagang sementara dengan AS yang menangguhkan tarif tinggi atas ekspor China dinilai berpotensi mendorong pengiriman barang ke AS dan membantu China mencapai target pertumbuhan ekonomi sekitar 5% pada 2025.
Baca Juga: Baht Thailand Menguat Tipis Senin (22/12), Saat Pergerakan Mata Uang Asia yang Lesu
Pada perdagangan Senin, indeks CSI 300 China naik 0,43%. Nilai tukar yuan onshore stabil di level 7,04 per dolar AS, sementara yuan offshore melemah tipis ke sekitar 7,03 per dolar AS.













