Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Kepala badan bantuan PBB Martin Griffiths, pada hari Senin (8/11) memastikan bahwa situasi kemanan di Myanmar semakin memburuk. Dewan Keamanan PBB langsung mengadakan pertemuan terkait laporan tersebut.
Melansir Reuters, Griffiths menyebut saat ini ada lebih dari 3 juta orang di Myanmar yang membutuhkan bantuan di tengah berkembangnya konflik dan kegagalan ekonomi yang meluas.
Dewan Keamanan PBB langsung mengadakan pertemuan pada hari Senin untuk membahas Myanmar. Pertemuan itu bertepatan dengan ulang tahun pertama pemilihan kembali pemerintahan Aung San Suu Kyi, yang kemudian digulingkan oleh militer dalam kudeta 1 Februari lalu.
Baca Juga: Junta Myanmar hukum orang kepercayaan Aung San Suu Kyi 20 tahun penjara
Inggris adalah pihak yang mendesak diadakannya pertemuan tertutup tersebut karena mengaku sangat prihatin dengan peningkatan aksi militer di Myanmar. Secara khusus, Inggris juga khawatir kekejaman militer akan terlihat kembali seperti yang terjadi empat tahun lalu terhadap kaum Rohingya.
Dalam pernyataannya, Griffiths mengatakan bahwa situasi di barat laut Myanmar saat ini sangat mengkhawatirkan. Hal ini didorong oleh bentrokan antara militer Myanmar dan Pasukan Pertahanan Chinland di negara bagian Chin, serta militer Myanmar dan Pasukan Pertahanan Rakyat di wilayah Magway dan Sagaing.
"Lebih dari 37.000 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, baru saja mengungsi, dan lebih dari 160 rumah telah dibakar, juga gereja dan kantor organisasi kemanusiaan," ungkap Griffiths.
Griffiths juga melaporkan adanya serangan terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil, yang sangat dilarang berdasarkan hukum humaniter internasional.
Baca Juga: Junta Myanmar menangkap kembali lebih dari 100 orang yang dibebaskan dalam amnesti
Sikap PBB saat ini masih sama, yakni mendesak militer Myanmar untuk mengembalikan pemerintahan ke pihak sipil yang terpilih melalui pemilihan umum secara sah.
"Pemilihan itu dianggap bebas dan adil oleh pengamat domestik dan internasional. PBB mengulangi seruannya kepada militer untuk menghormati kehendak rakyat dan mengembalikan negara ke jalur transisi demokrasi," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric pada hari Senin.
Kekerasan yang dilakukan militer Myanmar telah lama menjadi sorotan internasional, terutama sejak tindakan keras mereka terhadap Rohingya tahun 2017 lalu yang menyebabkan 730.000 orang melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.
Myanmar menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional tindakan tersebut, namun membantahnya dan mengatakan bahwa militernya secara sah menargetkan gerilyawan yang menyerang pos polisi.