Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah China menerapkan aturan ketat dengan denda hingga Rp 5,8 miliar kepada penimbun dan penjual masker dengan harga tinggi di tengah wabah virus corona. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, tindakan non-pekerja medis yang membeli dan menimbun peralatan perlindungan hanya akan memperburuk kekurangan.
Dikutip dari Al Jazeera, permintaan akan masker, pakaian, dan sarung tangan pelindung dari virus epidemik corona meningkat 100 kali lipat dan harganya turut melonjak 20 kali lipat. Permintaan tinggi akan alat-alat kesehatan tersebut berbanding terbalik dengan persediaan yang kian merosot.
Baca Juga: Menkes Terawan tegaskan turis China tidak tertular corona di Bali
"Itulah mengapa banyak terjadi penimbunan dan penjualan ulang (resale) dengan harga meroket," jelas Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di Swiss.
Aksi oknum yang menimbun dan menjual masker dengan harga tinggi membuat otoritas China melakukan pengawasan. Beijing mengirim lebih dari 390.000 orang untuk meningkatkan pengawasan terhadap harga alat perlindungan dan menimbun aktivitas penimbunan.
Salah satu kasus yang pernah terjadi ada di Distrik Fengtai, Provinsi Beijing, di mana sebuah toko obat didenda sebanyak 3 juta yuan, atau setara dengan Rp 5,8 miliar. Toko tersebut didenda karena telah menaikkan harga masker wajah sampai 850 yuan atau setara Rp 1,6 juta per kotak. Harga tersebut naik enam kali lipat dari harga aslinya.
Pihak administrasi juga telah menginspeksi produksi dan penjualan masker yang tidak berkualitas, serta yang palsu dan kedaluwarsa sebagai upaya perlindungan untuk publik. Di Kota Foshan, Provinsi Guangdong, otoritas lokal telah menutup pabrik pembuatan masker medis tanpa lisensi resmi dan menahan barang bukti sejumlah 175.000 masker palsu.
Baca Juga: Dampak wabah corona, pengusaha di China mempertimbangkan karyawan bekerja dari rumah