Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Partai Sosialis Bersatu Venezuela (PSUV) yang dipimpin Presiden Nicolás Maduro meraih kemenangan besar dalam pemilu legislatif dan pemilihan gubernur yang dilaksanakan pada Minggu, 25 Mei 2025.
Mengutip lemonde, pemilu ini diwarnai oleh boikot dari kelompok oposisi utama dan pengawasan ketat terhadap para penentang pemerintah.
Menurut data resmi dari Dewan Pemilihan Nasional (CNE), PSUV memenangkan 23 dari 24 kursi gubernur dan memperoleh 82,68% suara dalam pemilihan anggota Majelis Nasional berdasarkan daftar partai. Hasil konstituen per wilayah untuk kursi parlemen belum diumumkan saat laporan ini disusun.
Boikot Oposisi dan Rendahnya Partisipasi Pemilih
Pemilu kali ini diwarnai oleh aksi boikot dari kelompok oposisi utama yang dipimpin tokoh populer Maria Corina Machado. Mereka menolak berpartisipasi sebagai bentuk protes atas pemilihan presiden 2024 yang dinilai curang dan tidak transparan, di mana Maduro secara kontroversial dinyatakan menang untuk masa jabatan ketiga.
Baca Juga: Trump Cabut Lisensi Minyak Chevron di Venezuela, Tuduh Maduro Gagal Reformasi Pemilu
Machado menyebut pemilu tersebut sebagai "sandiwara besar" dan menyerukan kepada warga Venezuela untuk tidak memberikan suara agar tidak melegitimasi rezim Maduro.
Agence France-Presse (AFP) melaporkan bahwa tingkat partisipasi di sejumlah TPS yang dikunjungi jauh lebih rendah dibandingkan pemilu presiden Juli 2024. CNE mencatat partisipasi pemilih hanya sedikit di atas 42% dari total 21 juta pemilih terdaftar.
Penangkapan Massal dan Pengetatan Rezim
Menjelang hari pemungutan suara, pemerintah melancarkan gelombang penangkapan terhadap lebih dari 70 orang yang dituduh berencana menggagalkan pemilu.
Di antara yang ditangkap adalah tokoh oposisi Juan Pablo Guanipa, yang dituduh memimpin "jaringan teroris" untuk melakukan sabotase. Pemerintah Venezuela secara rutin menuduh oposisi dan kekuatan asing berkonspirasi untuk menggulingkan Maduro.
Pemilu di Wilayah Sengketa Essequibo
Untuk pertama kalinya, pemilihan gubernur juga mencakup wilayah Essequibo – sebuah kawasan kaya minyak yang secara administratif dikelola oleh Guyana namun diklaim oleh Venezuela.
Meskipun tidak ada TPS yang didirikan di Essequibo, pemungutan suara untuk kawasan tersebut dilakukan melalui distrik mikro khusus yang dibentuk di negara bagian Bolivar, dekat perbatasan Guyana. Laksamana Neil Villamizar, mantan panglima angkatan laut dan anggota PSUV, diumumkan sebagai gubernur Essequibo yang baru.
Langkah ini memicu kecemasan internasional karena memperkuat ancaman Venezuela untuk secara sepihak mencaplok sebagian wilayah Essequibo, memperburuk hubungan dengan Guyana dan menambah ketegangan geopolitik di kawasan.
Baca Juga: Raja Charles III Kunjungi Kanada, Jadi Simbol Dukungan di Tengah Ambisi Trump
Reaksi Internasional dan Krisis Ekonomi yang Memburuk
Kemenangan PSUV terjadi di tengah krisis ekonomi yang semakin dalam. Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump telah mencabut izin operasi Chevron di Venezuela, memutus sumber pendapatan utama terakhir bagi rezim Maduro.
Selain itu, Washington juga mencabut perlindungan deportasi bagi 350.000 migran Venezuela di AS dan mulai mendeportasi ratusan orang ke fasilitas tahanan di El Salvador.
Situasi ini memperburuk isolasi internasional Venezuela yang sudah lama dianggap sebagai negara paria karena pelanggaran hak asasi manusia, represi politik, dan manipulasi pemilu.
Oposisi Terpecah
Meskipun sebagian besar oposisi memboikot pemilu, ada faksi kecil yang memilih untuk tetap berpartisipasi. Mantan kandidat presiden Henrique Capriles, yang menolak boikot, berhasil meraih kursi di parlemen. Capriles berargumen bahwa aksi tidak memilih hanya akan memperkuat cengkeraman kekuasaan Maduro.
Sementara itu, Machado kembali menyerukan kepada militer untuk bertindak melawan pemerintah, namun seperti seruan-seruan sebelumnya, ajakan tersebut diabaikan oleh angkatan bersenjata Venezuela yang masih setia kepada Maduro.