Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Puluhan pemimpin dunia berkumpul di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (22/9/2025) untuk menyuarakan dukungan terhadap berdirinya negara Palestina.
Langkah diplomatik besar ini hadir hampir dua tahun sejak perang Gaza berkecamuk, meski menghadapi penolakan keras dari Israel dan sekutunya, Amerika Serikat (AS).
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan bahwa negaranya akan mengakui kedaulatan Palestina dalam sebuah pertemuan yang ia gelar bersama Arab Saudi.
Baca Juga: Pidato Prabowo di KTT PBB: Jika Israel Akui Palestina, RI Akui Israel
Keputusan ini dipandang sebagai tonggak bersejarah yang dapat membangkitkan semangat rakyat Palestina, meski dinilai kecil kemungkinannya mengubah kondisi nyata di lapangan.
Pemerintahan Israel yang saat ini merupakan paling sayap kanan dalam sejarahnya, menegaskan tidak akan ada negara Palestina.
Israel tetap melanjutkan operasi militernya melawan Hamas di Gaza, setelah serangan 7 Oktober 2023 menewaskan sekitar 1.200 warga Israel.
Namun, tindakan militer Israel juga memicu kecaman global. Otoritas kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 65.000 warga Palestina tewas sejak awal perang.
Dalam beberapa pekan terakhir, Israel memulai serangan darat besar-besaran di Kota Gaza, dengan prospek gencatan senjata yang kian menipis.
“Kita harus membuka jalan menuju perdamaian,” ujar Macron dalam sidang PBB di New York.
“Segala upaya harus dilakukan untuk menjaga kemungkinan solusi dua negara, Israel dan Palestina hidup berdampingan dalam damai dan aman,” lanjutnya, disambut tepuk tangan panjang hadirin.
Baca Juga: Italia Rusuh: Gelombang Aksi Bela Palestina vs Sikap Keras Meloni
Israel menilai langkah pengakuan negara Palestina justru merusak peluang perdamaian.
Turut hadir dalam forum tersebut, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Perdana Menteri Kanada Mark Carney, serta Sekjen PBB Antonio Guterres.
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez, yang pada 2024 sudah lebih dulu mengakui Palestina, menilai momentum ini sangat penting.
“Dua anggota tetap Dewan Keamanan, yakni Inggris dan Prancis, kini sudah mengakui Palestina. Selain itu, mayoritas besar negara Barat juga sudah mendukung pengakuan tersebut,” ujarnya kepada Reuters.
Macron menjelaskan kerangka pembentukan kembali Otoritas Palestina, termasuk rencana pembukaan kedutaan Prancis jika sejumlah syarat dipenuhi seperti reformasi politik, gencatan senjata, dan pembebasan sandera Israel yang masih ditahan Hamas.
Sehari sebelum Sidang Umum PBB dimulai, Luksemburg, Malta, Belgia, dan Monako juga bergabung dengan lebih dari tiga perempat dari 193 negara anggota PBB yang telah lebih dulu mengakui Palestina.
Baca Juga: Ini Peringatan Keras Arab Saudi kepada Israel Terkait Palestina
Inggris, Kanada, dan Australia menyusul langkah Prancis dengan pengakuan resmi pada Minggu (21/9/2025).
Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang tidak bisa hadir karena ditolak visa oleh AS, menyampaikan pesan lewat video.
“Kami menyerukan dukungan agar Palestina dapat menjadi anggota penuh PBB,” katanya. Abbas berjanji akan melaksanakan reformasi dan pemilu dalam satu tahun setelah tercapai gencatan senjata.
Meski begitu, keanggotaan penuh Palestina di PBB tetap membutuhkan persetujuan Dewan Keamanan, di mana AS memiliki hak veto.
Sikap AS dan Israel
Amerika Serikat dan Israel memboikot pertemuan tersebut. Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon menyatakan, pemerintahannya akan membahas langkah balasan setelah PM Benjamin Netanyahu kembali dari kunjungannya ke AS.
Netanyahu menolak seruan gencatan senjata sebelum Hamas dihancurkan, sekaligus menegaskan bahwa Israel tidak akan mengakui Palestina sebagai negara.
Washington pun memperingatkan bahwa pengakuan sepihak akan menimbulkan masalah baru.
Baca Juga: PM Meloni Tolak Mengakui Negara Palestina, Kota Besar Italia Dilanda Protes dan Ricuh
Perpecahan di Eropa
Meski mayoritas negara Eropa kini mengakui Palestina, dua kekuatan besar Jerman dan Italia masih menolak.
Berlin, yang memiliki sejarah panjang mendukung Israel karena Holocaust, kini lebih kritis terhadap kebijakan Tel Aviv.
Namun, mereka menilai pengakuan negara Palestina hanya bisa dilakukan di ujung proses politik, bukan sekarang.
Italia menyebut langkah pengakuan bisa “kontraproduktif.”
Israel bahkan mempertimbangkan langkah aneksasi sebagian wilayah Tepi Barat sebagai respons, meski tindakan itu berisiko merusak hubungan dengan Uni Emirat Arab (UEA), mitra strategis yang sebelumnya menormalisasi hubungan dengan Israel lewat Abraham Accords tahun 2020.
Baca Juga: Netanyahu Marah Besar, Gelombang Pengakuan Palestina Guncang Politik Israel
UEA memperingatkan bahwa aneksasi akan merusak semangat perjanjian normalisasi tersebut.
Sementara itu, AS menegaskan akan memberi konsekuensi bagi negara yang mengambil langkah-langkah bermusuhan terhadap Israel, termasuk Prancis sebagai tuan rumah pertemuan.