Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - YERUSALEM/KAIRO. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Israel berencana mengambil alih kendali militer atas seluruh Jalur Gaza, meskipun menghadapi kritik tajam dari dalam dan luar negeri terkait perang yang telah berlangsung hampir dua tahun.
Dalam wawancara dengan Fox News, Netanyahu menegaskan Israel tidak bermaksud memerintah Gaza secara langsung, melainkan hanya membentuk perimeter keamanan dan kemudian menyerahkan pemerintahan kepada pasukan Arab.
Ia tidak menjelaskan negara-negara Arab mana yang akan terlibat atau mekanisme pengaturannya.
Baca Juga: Israel Gempur Gaza, 58 Tewas Menjelang Pembicaraan Gencatan Senjata di Gedung Putih
Pernyataan tersebut disampaikan menjelang pertemuan dengan sejumlah menteri senior untuk membahas rencana militer menguasai lebih banyak wilayah Gaza.
Menurut laporan Axios, kabinet keamanan Israel telah menyetujui rencana pendudukan Kota Gaza, namun keputusan final masih menunggu persetujuan seluruh kabinet yang kemungkinan baru akan rapat pada Minggu.
Salah satu skenario yang dibahas adalah pengambilalihan bertahap wilayah Gaza yang belum dikuasai militer, diawali dengan peringatan evakuasi bagi warga Palestina.
Langkah ini akan membalikkan keputusan Israel pada 2005 yang menarik pasukan dan warga sipilnya dari Gaza, tetapi tetap mengendalikan perbatasan, udara, dan utilitas.
Baca Juga: Tentara Israel Kembali Menyerang Gaza, Dua Warga Palestina Terbunuh
Pernyataan Netanyahu memicu reaksi keras. Hamas menyebut rencana tersebut sebagai “kudeta terang-terangan” terhadap proses negosiasi dan menuduh Netanyahu mengorbankan sandera Israel.
Yordania menegaskan keamanan Gaza harus diurus melalui lembaga Palestina yang sah. Hamas juga memperingatkan akan menganggap pasukan Arab yang memerintah Gaza sebagai “pasukan pendudukan” yang berafiliasi dengan Israel.
Awal 2025, Israel dan AS menolak proposal Mesir yang didukung negara Arab untuk membentuk komite teknokrat Palestina mengelola Gaza pascaperang. Sementara jajak pendapat di Israel menunjukkan mayoritas warga menginginkan perang diakhiri melalui kesepakatan pembebasan sandera.
Baca Juga: Netanyahu Temui Trump di Gedung Putih saat Israel dan Hamas Bahas Gencatan Senjata
Pemerintahan Netanyahu tetap menargetkan kemenangan total atas Hamas, yang memicu perang lewat serangan ke Israel pada Oktober 2023. PBB menyatakan prihatin atas rencana perluasan operasi militer Israel di Gaza.
Gelombang Protes di Israel
Ratusan warga berunjuk rasa di luar kantor perdana menteri di Yerusalem pada Kamis malam, menuntut diakhirinya perang demi pembebasan sandera.
Forum Keluarga Sandera meminta Panglima Militer Eyal Zamir menolak perluasan perang. Menteri Pertahanan Yoav Gallant menegaskan militer akan mengikuti keputusan pemerintah hingga semua tujuan perang tercapai.
Saat ini, terdapat 50 sandera Israel di Gaza, sekitar 20 di antaranya diyakini masih hidup. Upaya gencatan senjata pada Juli gagal membuahkan hasil. Hamas mengisyaratkan kesediaan bernegosiasi jika bantuan kemanusiaan ke Gaza ditingkatkan, namun Israel menuduh bantuan tersebut disalahgunakan Hamas, tuduhan yang dibantah kelompok itu.
Baca Juga: Daftar 5 Negara yang Diserang Israel Sejak Akhir 2023
Video terbaru menunjukkan dua sandera dalam kondisi lemah, memicu kecaman internasional. Hamas menegaskan setiap kesepakatan harus mengakhiri perang secara permanen, sedangkan Israel menilai Hamas tidak berniat menyerahkan kekuasaan.
Militer Israel mengklaim telah menguasai 75% wilayah Gaza. Sebagian besar dari 2 juta penduduknya telah mengungsi berulang kali selama 22 bulan terakhir, dengan badan-badan bantuan memperingatkan risiko kelaparan massal.
“Ke mana kami harus pergi? Kami sudah cukup terlantar dan dipermalukan,” kata Aya Mohammad, 30 tahun, warga Kota Gaza yang kembali ke rumahnya setelah berulang kali mengungsi.