Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Ramzan Kadyrov, pemimpin wilayah mayoritas Muslim Rusia di Chechnya, berbicara kepada Macron dalam sebuah postingan di Instagram.
“Anda memaksa orang ke dalam terorisme, mendorong orang bertindak ke arah terorisme, tidak memberikan mereka pilihan apa pun, menciptakan kondisi untuk tumbuhnya ekstremisme di kepala kaum muda. Anda dapat dengan berani menyebut diri Anda sebagai pemimpin dan inspirasi terorisme di negara Anda,” tulis Kadyrov.
Saat dimintai komentarnya oleh Reuters, seorang pejabat di pemerintahan kepresidenan Prancis mengatakan: "Kami tidak akan terintimidasi dan kami akan memberi tahu mereka yang menabur kebencian, yang dalam kasus Kadyrov, tidak dapat diterima."
Baca Juga: Erdogan serukan warga Turki boikot produk-produk Prancis
Gambar Nabi pertama kali diterbitkan tahun lalu oleh majalah satir Prancis, Charlie Hebdo, di mana kantor editorialnya diserang pada tahun 2015 oleh orang-orang bersenjata sehingga menewaskan 12 orang.
Sejak pembunuhan Paty, orang-orang Prancis yang memprotes dalam solidaritas mempertunjukkan kartun tersebut di jalan. Pejabat Prancis telah menutup sebuah masjid di Paris yang menurut mereka mengipasi kemarahan atas kartun tersebut.
Seruan untuk memboikot barang-barang Prancis menjadi tren selama akhir pekan di media sosial di Arab Saudi. Akan tetapi, para pejabat Arab Saudi belum mendukungnya, dan lebih memilih pendekatan yang terukur.
Baca Juga: Ankara perpanjang masa survei kapal Oruc Reis di Media Timur, Yunani: Itu ilegal!
Seorang pejabat kementerian luar negeri Saudi mengatakan pada hari Selasa bahwa negara Teluk mengutuk semua tindakan terorisme, yang jelas merujuk pada pembunuhan Paty.
"Kebebasan berekspresi dan budaya harus menjadi mercusuar untuk menghormati, toleransi dan perdamaian yang menolak praktik dan tindakan yang menghasilkan kebencian, kekerasan dan ekstremisme dan bertentangan dengan koeksistensi," kata pejabat itu dalam sebuah pernyataan.
Harian Arab News pada hari Selasa mengutip ketua Liga Dunia Muslim yang berbasis di Saudi, Mohammed al-Issa, memperingatkan bahwa reaksi berlebihan "yang negatif dan melampaui apa yang dapat diterima" hanya akan menguntungkan kelompok "pembenci".