kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.706.000   -3.000   -0,18%
  • USD/IDR 16.340   -15,00   -0,09%
  • IDX 6.618   86,45   1,32%
  • KOMPAS100 963   10,57   1,11%
  • LQ45 753   6,24   0,83%
  • ISSI 204   3,07   1,52%
  • IDX30 391   2,33   0,60%
  • IDXHIDIV20 475   7,20   1,54%
  • IDX80 109   1,13   1,05%
  • IDXV30 113   2,27   2,05%
  • IDXQ30 129   1,02   0,80%

Rencana Mesir untuk Gaza: Solusi US$53 Miliar Tanpa Pemindahan Paksa Warga Palestina


Kamis, 06 Maret 2025 / 04:15 WIB
Rencana Mesir untuk Gaza: Solusi US$53 Miliar Tanpa Pemindahan Paksa Warga Palestina
ILUSTRASI. Warga Palestina berjalan di samping reruntuhan bangunan yang hancur, di tengah gencatan senjata antara Israel dan Hamas, di kamp pengungsi Jabalia, Jalur Gaza utara, 13 Februari 2025. REUTERS/Mahmoud Issa 


Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - DOHA/KAIRO. Para pemimpin negara-negara Arab pada Selasa (4/3) mengadopsi rencana rekonstruksi Gaza yang diusulkan Mesir dengan anggaran sebesar US$53 miliar.

Rencana ini bertujuan membangun kembali Gaza tanpa harus memindahkan penduduk Palestina dari wilayah tersebut, berbeda dengan visi “Middle East Riviera” yang sebelumnya diajukan oleh Presiden AS Donald Trump.

Gedung Putih menyatakan bahwa rencana yang diadopsi oleh negara-negara Arab tidak mencerminkan realitas di Gaza dan menegaskan bahwa Trump tetap berpegang pada proposalnya.

Baca Juga: Harga Bahan Pokok di Gaza Melonjak 100 Kali Lipat akibat Penutupan Perbatasan

Rencana Trump, yang berisi pemindahan paksa warga Palestina dan pengambilalihan Gaza oleh AS, menuai kecaman global bulan lalu serta memperkuat ketakutan lama warga Palestina akan pengusiran permanen dari tanah mereka.

Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi mengumumkan bahwa proposal Mesir, yang disambut baik oleh Hamas namun dikritik oleh Israel dan AS, telah diterima dalam penutupan KTT di Kairo.

Dalam pidatonya, Sisi menyatakan keyakinannya bahwa Trump dapat mencapai perdamaian mengingat kondisi Gaza yang hancur akibat serangan militer Israel.

Siapa yang Akan Mengelola Gaza?

Pertanyaan utama mengenai masa depan Gaza adalah siapa yang akan mengelola wilayah tersebut dan negara mana yang akan menyediakan miliaran dolar untuk rekonstruksi.

Sisi mengatakan bahwa Mesir telah bekerja sama dengan Palestina untuk membentuk komite administrasi yang terdiri dari teknokrat independen dan profesional Palestina guna mengelola Gaza setelah perang berakhir.

Komite ini akan bertanggung jawab atas distribusi bantuan kemanusiaan dan pengelolaan Gaza dalam jangka waktu sementara, sebagai persiapan bagi kembalinya Otoritas Palestina (PA) ke wilayah tersebut.

Baca Juga: Mesir Usulkan Rencana Lima Tahun untuk Gaza, Kontras dengan 'Gaza Riviera' Trump

Salah satu tantangan utama adalah nasib kelompok Hamas, yang menjadi rival PA. Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menewaskan 1.200 orang di Israel dan lebih dari 250 orang disandera, menurut data Israel.

Serangan ini diikuti dengan serangan militer Israel yang telah menewaskan lebih dari 48.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan setempat.

Serangan tersebut juga menyebabkan hampir seluruh penduduk Gaza mengungsi serta menimbulkan tuduhan genosida dan kejahatan perang yang dibantah oleh Israel.

Hamas dalam pernyataannya menyatakan setuju dengan proposal komite administrasi Mesir.

Kelompok ini menyatakan tidak akan mencalonkan wakilnya dalam komite yang diusulkan, tetapi akan memiliki hak veto terhadap anggota, tugas, dan agenda komite yang berada di bawah pengawasan PA.

Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty mengatakan pada Selasa (4/3) malam bahwa daftar anggota komite telah ditentukan.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang memimpin PA, menyambut baik gagasan Mesir dan mendesak Trump untuk mendukung rencana yang tidak melibatkan pemindahan warga Palestina.

Baca Juga: KTT Arab: Mesir akan Beberkan Rencana Rekonstruksi Gaza Senilai US$53 Miliar

Abbas, yang berkuasa sejak 2005, juga menyatakan kesiapan untuk mengadakan pemilihan presiden dan parlemen jika situasi memungkinkan, seraya menegaskan bahwa PA adalah satu-satunya pemerintahan dan kekuatan militer yang sah di wilayah Palestina.

Hamas menyatakan pihaknya menyambut baik pemilihan tersebut.

Namun, Abbas mengalami penurunan legitimasi akibat pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat yang terus berlanjut.

Banyak warga Palestina menganggap pemerintahannya korup, tidak demokratis, dan tidak mewakili kepentingan mereka.



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×