Sumber: Washington Post | Editor: S.S. Kurniawan
Selama pertemuan itu, perselisihan serius muncul mengenai ide uji coba nuklir, khususnya dari Badan Keamanan Nuklir Nasional (NNSA), menurut dua orang yang akrab dengan diskusi tersebut kepada Washington Post.
NNSA, badan yang menjamin keamanan persediaan senjata nuklir AS, tidak menanggapi permintaan komentar dari Washington Post.
Yang jelas, AS belum melakukan ledakan uji coba nuklir sejak September 1992. Dan, para pendukung nonproliferasi nuklir memperingatkan, hal itu sekarang bisa memiliki konsekuensi destabilisasi.
"Itu akan menjadi undangan bagi negara-negara bersenjata nuklir lainnya untuk mengikutinya," kata Daryl Kimball, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengawas Senjata (ACA). "Itu akan menjadi senjata awal untuk perlombaan senjata nuklir yang belum pernah terjadi sebelumnya".
Baca Juga: Respons NATO, Rusia tambah enam kapal perang baru perkuat Armada Baltik
"Anda juga akan mengganggu negosiasi dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, yang mungkin tidak lagi merasa terdorong untuk menghormati moratorium pengujian nuklirnya," ujar dia.
AS tetap menjadi satu-satunya negara yang telah menggunakan senjata nuklir selama masa perang. Tetapi, sejak 1945, setidaknya delapan negara secara kolektif melakukan sekitar 2.000 uji coba nuklir, yang lebih dari 1.000 dilakukan oleh AS.
Konsekuensi terkait dengan lingkungan dan kesehatan dari pengujian nuklir memindahkan proses tersebut di bawah tanah, yang akhirnya mengarah pada moratorium mendekati global pada uji coba di abad ini dengan pengecualian Korea Utara.
Kekhawatiran tentang bahaya pengujian mendorong lebih dari 184 negara untuk menandatangani Perjanjian Larangan Uji Nuklir Komprehensif, sebuah kesepakatan yang tidak akan berlaku sampai diratifikasi oleh delapan negara kunci, termasuk AS.
Baca Juga: China bakal murka, AS jual torpedo ke Taiwan senilai Rp 2,6 triliun