Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tri Adi
Hingga akhirnya pada tahun 1980, sang paman mengalami stroke. Saat diminta lagi untuk kembali ke Cosan, kali ini Rubens tak tega menolaknya. Namun bukan berarti dia datang tanpa persiapan. Terlebih dia sadar budaya yang ada di Cosan tidaklah sehat sehingga bisa menyulitkan perusahaan keluarga tersebut untuk bangkit.
Ia pun mengajukan kesepakatan sebagai syarat kembali ke Cosan. Diantaranya ia berhak menentukan tugas dan tanggung jawab serta membuat struktur pengelolaan perusahaan. Semuanya agar bisnis berjalan profesional.
Saat ia benar-benar kembali ke Cosan, ia mendapati kondisi perusahaan sangat berantakan dan menghawatirkan. Perusahaan tersebut terperosok dalam beban utang yang besar. Proses produksinya pun tidak efisien. Ditambah, keuntungan yang didapat cenderung makin menipis.
Ia sadar harus ada perubahan bisnis besar-besaran dalam pengelolaan Cosan. Pertama ia memutuskan memperpanjang musim tanam selama delapan bulan dengan menanam varietas tebu yang berbeda.
Meski kondisi keuangan sedang berantakan, namun Rubens yakin Cosan perlu ekspansi. Akhirnya ia pun membeli pabrik yang berada dekat dengan fasilitas produksi yang dimiliki Cosan. Langkah ini dilakukan karena Cosan perlu melakukan konsolidasi bisnis.
Upayanya untuk merestrukturisasi bisnis Cosan rupanya tak berjalan mulus. Sanak saudaranya terus merecoki dengan kepentingan masing-masing.
Jengah dengan hal ini, pada tahun 1990 Ruben memutuskan membeli saham yang dimiliki anggota keluarganya yang lain.
(Bersambung)