Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – MOSKOW. Rusia memperingati 80 tahun kemenangan Uni Soviet atas Nazi Jerman dalam Perang Dunia II pada Jumat (9/5) dengan parade militer besar-besaran di Lapangan Merah, Moskow.
Acara ini dihadiri Presiden China Xi Jinping, di tengah kekhawatiran Kremlin bahwa Ukraina akan mencoba mengganggu peringatan tersebut setelah tiga tahun perang berkepanjangan.
Presiden Vladimir Putin pemimpin terlama Rusia sejak era Josef Stalin, dijadwalkan berpidato dalam parade yang dimulai pukul 0700 GMT.
Baca Juga: Trump Ambil Langkah yang Lebih Keras Terhadap Rusia, Ini Penyebabnya
Seperti tradisi, ribuan tentara Rusia akan berbaris dan melintasi Lapangan Merah dengan kendaraan tempur berat seperti rudal balistik antarbenua dan tank, melewati Mausoleum Lenin.
Namun, peringatan tahun ini dibayangi oleh perang Rusia-Ukraina, konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II.
Serangan drone Ukraina ke Moskow yang terjadi berhari-hari sebelum parade menambah ketegangan, meski Rusia dan Ukraina sama-sama menyatakan telah menyepakati gencatan senjata selama 72 jam, yang diklaim saling dilanggar.
Kremlin menyebut kehadiran sekutu-sekutu Rusia seperti Xi Jinping, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, serta puluhan pemimpin dari negara-negara bekas Uni Soviet, Afrika, Asia, dan Amerika Latin sebagai bukti bahwa Rusia tidak terisolasi secara global, meskipun negara-negara Barat memilih absen.
Dari Eropa, hanya Serbia dan Slovakia yang mengirimkan pemimpinnya.
“Kemenangan atas fasisme yang diraih dengan pengorbanan besar memiliki makna abadi,” ujar Putin kepada Xi di Kremlin.
Baca Juga: Putin dan Xi Jinping Tegaskan Komitmen Bersama Lawan Neo-Nazisme dan Unilateralisme
“Pengorbanan yang tak terhitung dari rakyat kita tak boleh dilupakan.”
Uni Soviet kehilangan sekitar 27 juta jiwa dalam Perang Dunia II, termasuk jutaan korban dari Ukraina.
Pasukan Soviet berhasil memukul mundur Nazi hingga ke Berlin, tempat Adolf Hitler bunuh diri dan bendera kemenangan Soviet dikibarkan di atas Gedung Reichstag pada 1945.
Bagi rakyat Rusia dan banyak negara bekas Uni Soviet, 9 Mei merupakan tanggal paling sakral.
Putin, yang selama ini menentang narasi Barat yang dianggap mengecilkan peran Uni Soviet, menggunakan momentum ini untuk memperkuat solidaritas nasional.
China juga mengenang pengorbanan besar dalam Perang Tiongkok-Jepang Kedua (1937–1945), yang menelan hingga 35 juta korban dan menyebabkan perpindahan 100 juta warga.
Salah satu peristiwa tergelap adalah Pembantaian Nanjing pada 1937, dengan korban tewas diperkirakan mencapai 100.000–300.000 orang.
Sementara itu, baik Moskow maupun Kyiv tak mempublikasikan angka pasti korban perang Ukraina.
Namun, Presiden AS Donald Trump menyebut ratusan ribu tentara dari kedua pihak telah menjadi korban luka maupun tewas.
Baca Juga: Pesawat Nirawak Ukraina Ditembak Jatuh di Wilayah Moskow, 2 Bandara Sempat Ditutup
Parade Militer Moskow
Putin berupaya melindungi ibukota dari dampak langsung perang yang masih berkecamuk sekitar 600 km dari Moskow.
Meski demikian, serangan drone Ukraina dalam beberapa hari terakhir telah mengganggu jadwal penerbangan di wilayah ibu kota.
Kremlin menyebut parade akan dijaga ketat. Putin juga mengusulkan gencatan senjata selama 72 jam dari tanggal 8 hingga 10 Mei. Namun, Ukraina menuding Rusia melanggarnya, yang kemudian dibantah oleh Moskow.
Baca Juga: Rusia Pastikan Keamanan Parade Hari Kemerdekaan di Tengah Ancaman Drone Ukraina
Militer dari 13 negara termasuk China dijadwalkan ikut parade, meski belum jelas bagaimana Korea Utara, yang dituding membantu Rusia dalam perang, akan berpartisipasi.
Di Kyiv, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menyerukan dukungan dari sekutu-sekutunya untuk melawan Rusia, yang kini menguasai sekitar 20% wilayah Ukraina.
“Kejahatan tidak bisa didiamkan. Harus diperangi,” kata Zelenskiy seperti dikutip Kyiv Post. Ia mengecam parade Rusia sebagai “parade sinisme” dan “penuh kebohongan serta kebencian.”