Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Namun para pejabat di Seoul percaya bahwa kerja sama pada tingkat ini tidak mungkin terjadi, karena hal ini dapat membahayakan Rusia secara strategis.
Yang Uk, peneliti di Asian Institute for Policy Studies, mencatat bahwa meskipun Rusia tidak menjual senjata kepada Korea Utara sebagai imbalan, Rusia masih dapat mendanai program nuklirnya.
“Jika Rusia membayar dengan minyak dan makanan, hal ini dapat menghidupkan kembali perekonomian Korea Utara, yang pada gilirannya juga dapat memperkuat sistem persenjataan Korea Utara. Ini adalah sumber pendapatan tambahan yang tidak mereka miliki,” papar Yang.
Yang, pakar strategi militer dan sistem persenjataan, menambahkan: "Selama 15 tahun kita telah membangun jaringan sanksi terhadap Korea Utara, untuk menghentikannya mengembangkan dan memperdagangkan senjata pemusnah massal. Kini Rusia, anggota tetap Korea Utara Dewan Keamanan PBB, dapat menyebabkan seluruh sistem ini runtuh."
Ketika sanksi ditingkatkan, Korea Utara menjadi semakin bergantung pada China untuk menutup mata terhadap mereka yang melanggar sanksi dan memberikan bantuan pangan.
Baca Juga: Ancam Korea Selatan, Korea Utara Lakukan Simulasi Perang Nuklir Bumi Hangus
Selama setahun terakhir, Beijing menolak menghukum Korea Utara atas uji coba senjatanya di Dewan Keamanan PBB, yang berarti negara tersebut mampu mengembangkan persenjataan nuklirnya tanpa konsekuensi serius.
Korea Utara memberi Beijing zona penyangga yang berguna antara dirinya dan pasukan AS yang ditempatkan di Korea Selatan, yang berarti mereka harus menjaga Pyongyang tetap bertahan.
Namun Pyongyang selalu merasa tidak nyaman karena terlalu bergantung pada China saja. Dengan Rusia yang sedang mencari sekutu, hal ini memberi Kim kesempatan untuk mendiversifikasi jaringan dukungannya.
Dan dengan putus asanya Rusia, pemimpin Korea Utara mungkin merasa dia bisa mendapatkan konsesi yang lebih besar dari Moskow dibandingkan dengan Beijing. Putin mungkin akan setuju untuk tetap diam ketika menghadapi uji coba nuklir Korea Utara, padahal hal ini bisa jadi merupakan langkah yang terlalu jauh bagi Presiden China Xi Jinping.
Baca Juga: Usai Kim Jong Un Ngamuk, Korea Utara Bakal Gelar Sidang Parlemen di Bulan September