Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Menteri Pertahanan Amerika Serikat Pete Hegseth menegaskan dukungannya terhadap keputusan melakukan serangan kedua terhadap sebuah kapal yang diduga membawa narkoba di wilayah Karibia pada 2 September lalu.
Ia menyatakan hal itu dalam forum Reagan National Defense di Simi Valley, California, Sabtu (6/12/2025).
Hegseth mengatakan keputusan tersebut sesuai dengan penilaiannya atas situasi saat itu. Pernyataan ini muncul setelah muncul laporan bahwa komandan operasi di lapangan memerintahkan serangan lanjutan untuk menewaskan dua orang yang selamat, disebut-sebut demi memenuhi arahan agar tidak ada yang dibiarkan hidup.
Baca Juga: Trump Sebut Militer AS Serang Kapal Narkoba Venezuela, 11 Orang Tewas
Hegseth membantah bahwa ia memerintahkan serangan tambahan tersebut.
Pejabat administrasi Presiden Donald Trump sebelumnya juga menegaskan bahwa perintah itu bukan datang dari Hegseth, melainkan dari Admiral Frank Bradley, pemimpin Joint Special Operations Command saat itu.
Bradley disebut memutuskan bahwa puing kapal harus “dinetralkan” karena dikhawatirkan masih menyimpan kokain.
Hegseth menyampaikan bahwa ia memang menyaksikan serangan pertama pada 2 September, namun kemudian meninggalkan ruangan untuk menghadiri rapat lain.
Ia enggan memastikan apakah pemerintah akan merilis video penuh insiden tersebut, hanya menyebutnya sedang dalam tahap kajian.
Baca Juga: Donald Trump Ubah Nama Departemen Pertahanan Menjadi Departemen Perang
Serangan pada 2 September itu merupakan yang pertama dari total 22 serangan terhadap kapal di Karibia selatan dan Pasifik dalam operasi pemberantasan narkoba yang digencarkan pemerintahan Trump.
Sebanyak 87 orang telah tewas dalam operasi tersebut, termasuk satu serangan terbaru di Pasifik timur pada Kamis lalu.
Namun laporan mengenai dua serangan pada 2 September itu memunculkan kekhawatiran terjadinya kejahatan perang.
Dua sumber yang mengetahui isi video kepada anggota Kongres mengatakan rekaman menunjukkan dua pria tanpa baju, tanpa senjata, dan tanpa peralatan komunikasi, terlihat bertahan hidup di sisa puing kapal sebelum serangan kedua terjadi.
Baca Juga: Trump ke Putin: Kapal Selam Nuklir Terhebat AS Siaga Tepat di Lepas Pantai Rusia!
Menurut Manual Hukum Perang Departemen Pertahanan AS, menyerang kombatan yang sudah tak berdaya, termasuk korban kapal karam yang tidak menunjukkan tindakan bermusuhan, dikategorikan sebagai tindakan ilegal dan perintah semacam itu seharusnya ditolak.
Meski demikian, pemerintahan Trump menggambarkan operasi tersebut sebagai “perang” melawan kartel narkoba, menyebut mereka sebagai kelompok bersenjata dan menilai penyelundupan narkoba sebagai ancaman yang membunuh warga Amerika.













