kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Siap-siap, pelambatan ekonomi China kian dalam


Senin, 16 September 2019 / 18:00 WIB
Siap-siap, pelambatan ekonomi China kian dalam
ILUSTRASI. Pertumbuhan produksi industri China pada Agustus 2019 terlemah dalam 17,5 tahun.


Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat

Perang dagang berkepanjangan, meningkat secara dramatis pada bulan lalu, setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif baru untuk barang-barang Tiongkok mulai 1 September, dan China membiarkan mata uang yuan melemah tajam beberapa hari kemudian.

Setelah China merilis tarif impor balasan, Trump mengatakan tarif impor akan dinaikkan lagi dalam beberapa bulan mendatang, pada bulan Oktober dan Desember.

Kedua negara memang tengah mengatur negosiasi pada awal Oktober 2019. Namun, sebagian besar analis tidak berharap banyak akan ada kesepakatan perdagangan yang mengikat lama, atau penurunan tensi perang dagang yang signifikan dalam waktu dekat.

Baca Juga: PM China: Sangat sulit bagi perekonomian Tiongkok tumbuh 6%

Perdana Menteri China Li Keqiang mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa "sangat sulit" ekonomi China untuk tumbuh 6% atau lebih. Pertumbuhan ekonomi China menghadapi "tekanan ke bawah".

Para trader berekspektasi akan ada penurunan suku bunga fasilitas pinjaman jangka menengah bank sentral China pada Selasa (17/9), yang akan membuka jalan bagi pengurangan tingkat suku bunga acuan pinjaman baru di akhir minggu ini.

Beberapa analis mengatakan dalam beberapa pekan terakhir pertumbuhan ekonomi China sudah menguji batas bawah target setahun penuh sekitar 6%-6,5%, yang kemungkinan akan memacu pelonggaran kebijakan lebih lanjut. Pertumbuhan ekonomi China di kuartal II 2019 melambat menjadi 6,2%, terlemah dalam hampir 30 tahun.

Baca Juga: Demi kesepakatan dagang, Jepang akan menghapus tarif impor wine dari AS

"Risiko downside karena pihak berwenang tidak meningkatkan dukungan kebijakan secara memadai," kata Louis Kuijs, Kepala Ekonomi Asia di Oxford Economics.




TERBARU

[X]
×