Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Liang Wenfeng, pendiri perusahaan rintisan AI asal China, DeepSeek, telah menjadi sorotan dalam beberapa minggu terakhir. Pada usia 39 tahun, ia kini dipandang sebagai salah satu harapan industri teknologi China dalam menghadapi ketatnya kontrol ekspor yang diberlakukan Amerika Serikat.
Liang selama ini ia tidak menonjol atau low profile hingga 20 Januari 2025, ketika ia menjadi salah satu dari sembilan tokoh yang diundang untuk berbicara di simposium tertutup yang dipimpin Perdana Menteri China, Li Qiang.
Sebelumnya, ia hanya pernah memberikan dua wawancara untuk media, satu kepada Waves pada tahun lalu dan satu lagi pada 2023. Selain itu, ia jarang tampil di depan publik. DeepSeek sendiri tidak menanggapi permintaan wawancara.
Baca Juga: DeepSeek Guncang Pasar Saham AS, Startup AI China Tantang Dominasi Teknologi Amerika
Dalam simposium tersebut, penampilan muda Liang tampak kontras dengan para akademisi, pejabat, dan pemimpin konglomerat milik negara yang lebih senior di sekitarnya, sebagaimana terlihat dalam gambar dan video yang dirilis oleh CCTV.
Namun, undangan yang diberikan kepadanya menunjukkan pengakuan Beijing atas peran penting DeepSeek dalam membentuk masa depan AI global yang menguntungkan Tiongkok.
Pekan lalu, DeepSeek meluncurkan asisten AI gratis yang diklaim menggunakan lebih sedikit data dengan biaya lebih murah dibandingkan layanan lain yang ada saat ini. Peluncuran ini bahkan memicu aksi jual saham teknologi global.
Tahun lalu, CEO Baidu, Robin Li, berbicara dalam simposium serupa. Ia mengumumkan pesaing ChatGPT pertama China pada Maret 2023 dan menyatakan bahwa Tiongkok tidak akan bisa menyaingi kesuksesan OpenAI yang didukung Microsoft.
Baca Juga: Mengenal DeepSeek, AI Buatan China yang Berhasil Salip ChatGPT
Oleh karena itu, menurutnya, perusahaan Tiongkok sebaiknya fokus pada penerapan model AI yang sudah ada untuk tujuan komersial.
Namun, di bawah kepemimpinan Liang, DeepSeek mengambil pendekatan berbeda dengan menghindari pengembangan aplikasi. Perusahaan ini lebih memilih untuk mengalokasikan sumber daya dan talenta riset guna menciptakan model AI yang dapat menyaingi atau bahkan melampaui OpenAI.
Ke depan, DeepSeek ingin tetap fokus pada pengembangan model AI mutakhir yang dapat digunakan oleh perusahaan lain untuk membangun produk bagi konsumen dan bisnis.
Baca Juga: Bos OpenAI Bicara Soal DeepSeek yang Guncang Pasar Global
Pendekatan ini berbeda dari tren industri teknologi Tiongkok yang umumnya mengadaptasi inovasi luar negeri, mulai dari aplikasi ponsel pintar hingga kendaraan listrik, lalu mengembangkannya dengan kecepatan tinggi.
Mengejar Orisinalitas dalam AI
"AI Tiongkok tidak bisa selamanya hanya menjadi pengikut. Kita sering mengatakan bahwa ada kesenjangan satu hingga dua tahun antara AI Tiongkok dan Amerika Serikat, tetapi perbedaan yang sebenarnya adalah antara orisinalitas dan imitasi," ujar Liang dalam wawancara dengan Waves pada Juli lalu.
Menurut Liang, industri teknologi China berada di persimpangan jalan, di mana ia kurang percaya diri namun juga tidak memiliki cukup modal untuk melakukan riset dan pengembangan (R&D) yang benar-benar inovatif.
"Selama 30 tahun terakhir, industri teknologi Tiongkok hanya berfokus pada keuntungan finansial dan mengabaikan inovasi. Padahal, inovasi bukan hanya didorong oleh bisnis, tetapi juga oleh rasa ingin tahu dan keinginan untuk menciptakan," kata Liang dalam wawancara yang sama.
Baca Juga: Orang Terkaya di Dunia Kehilangan Rp 1.746 Triliun Akibat Aksi Jual DeepSeek
Salah satu langkah besar DeepSeek adalah membuka akses ke semua modelnya, berbeda dengan OpenAI yang menerapkan sistem tertutup. Model sumber terbuka memungkinkan pengembang mana pun untuk menggunakan dan memodifikasi kode dasar sesuai kebutuhan.
Menurut Liang, budaya sumber terbuka adalah salah satu faktor yang memberi keunggulan bagi Silicon Valley dibandingkan China.
"Meskipun OpenAI bersifat tertutup, ia tidak dapat menghentikan pihak lain untuk mengejar ketertinggalan. Sumber terbuka lebih merupakan praktik budaya daripada strategi bisnis. Perusahaan yang menerapkan pendekatan ini akan memiliki kekuatan lunak," ujarnya.
Perjalanan Akademik dan Karier
Liang dibesarkan di Provinsi Guangdong, daerah yang pada era 1980-an dan 1990-an menjadi pelopor kapitalisme pasar di China. Di lingkungannya, banyak orang lebih tertarik menjalankan bisnis daripada melanjutkan pendidikan, tetapi Liang lebih condong ke dunia akademik.
Pada usia 17 tahun, ia diterima di Universitas Zhejiang, salah satu universitas paling bergengsi di China, dan mengambil jurusan Teknik Elektronika dan Komunikasi. Ia kemudian melanjutkan studi magister di bidang Teknik Informasi dan Komunikasi, yang diselesaikannya pada 2010.
Baca Juga: Aksi Jual Saham Teknologi Melebar ke Jepang Saat DeepSeek Memicu Pemikiran Ulang AI
Pada 2015, Liang mendirikan dana lindung nilai kuantitatif yang menggunakan algoritma matematis dalam perdagangan, menggantikan analisis manusia. Pada akhir 2021, portofolio dana tersebut telah mencapai lebih dari 100 miliar yuan (sekitar US$ 13,79 miliar).
Namun, pada April 2023, perusahaan tersebut mengumumkan di akun WeChat-nya bahwa mereka akan memperluas fokusnya di luar industri investasi dan mengalokasikan sumber daya untuk "mengeksplorasi esensi AGI". Sebulan kemudian, DeepSeek didirikan.
OpenAI mendefinisikan AGI (Artificial General Intelligence) sebagai sistem otonom yang mampu melampaui manusia dalam sebagian besar tugas bernilai ekonomi.
Baca Juga: Wall Street: Nasdaq Longsor, AI China DeepSeek Hantam Saham-Saham Teknologi
Sebagian besar karyawan DeepSeek adalah lulusan dan mahasiswa PhD dari universitas top China. Menurut Liang, mereka memilih bekerja di DeepSeek karena perusahaan ini menangani tantangan terbesar dalam dunia AI.
"Bakat terbaik tentu saja tertarik pada tantangan terbesar di dunia," ujarnya pada Juli lalu. "Tujuan kami tetap meraih AGI."