Sumber: Reuters | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA - Pemerintah Singapura menegaskan siap menghadapi risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme yang lebih besar dibandingkan negara lain.
Hali ini lantaran Singapura merupakan pusat keuangan dan bisnis internasional. Komitmen pemerintah Singapura ini disampaikan oleh Perdana Menteri Lawrence Wong pada Rabu pada pertemuan badan kejahatan keuangan global.
“Kami bertekad untuk melakukan apa yang diperlukan untuk merespons risiko-risiko ini dan menjaga reputasi Singapura sebagai pusat keuangan yang terpercaya,” kata Wong, yang juga menjabat Menteri Keuangan Singapura, pada acara Financial Action Task Force (FATF).
FATF adalah pengawas pencucian uang dan pendanaan terorisme global. Singapura saat ini menjabat sebagai presiden FATF selama dua tahun hingga 30 Juni.
Baca Juga: Wealth Management Bank Singapura Punya Risiko Pencucian Uang Tertinggi
Pada hari Rabu, Singapura menerbitkan laporan strategi pemulihan aset nasional sebagai bagian dari upayanya untuk meningkatkan kerangka kerja anti pencucian uang (AML) dan pendanaan terorisme.
Dalam laporan setebal 32 halaman yang dirilis Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Bank Sentral Singapura menyebutkan, “Pemulihan aset adalah salah satu prioritas utama rezim AML kami."
Singapura berusaha untuk menghilangkan keuntungan ilegal para penjahat, sehingga menghilangkan insentif keuangan untuk mencuci uang mereka di Singapura.
“Kami juga berupaya memberikan bantuan kepada korban kejahatan dengan membantu mereka mendapatkan kembali harta benda dan aset yang hilang akibat kegiatan kriminal,” tambah mereka.
Baca Juga: Pengawas Keuangan India Jatuhkan Denda US$ 2,25 Juta Kepada Binance
Sepanjang Januari 2019 dan Juni 2024, Singapura menyita S$ 6 miliar atau setara US$ 4,4 miliar terkait dengan aktivitas kriminal dan pencucian uang, menurut laporan tersebut.
Dari jumlah tersebut, S$ 416 juta telah dikembalikan kepada para korban, dan S$ 1 miliar telah disumbangkan ke negara, kata laporan tersebut, sementara sebagian besar sisanya terkait dengan penyelidikan atau proses pengadilan yang sedang berlangsung.
Pekan lalu, Singapura menyoroti dalam laporan penilaian risiko bahwa sektor perbankannya, termasuk lembaga pengelolaan kekayaan, memiliki risiko pencucian uang tertinggi di negara kota tersebut.
Singapura tahun lalu memberantas jaringan pencucian uang senilai US$ 2,24 miliar yang dilakukan oleh orang asing, dengan 10 pelaku terakhir dijatuhi hukuman pada 10 Juni. Mereka yang terlibat memiliki uang di rekening bank di Singapura dan mengkonversikannya menjadi real estat, mobil, tas tangan, dan perhiasan.
Dengan statusnya sebagai pusat keuangan internasional, rezim yang ramah pajak dan dianggap stabil secara politik, Singapura telah lama menjadi surga bagi orang asing yang sangat kaya.
Negara ini mengalami aliran masuk kekayaan baru sejak tahun 2021 setelah kota ini menjadi salah satu kota Asia pertama yang secara signifikan melonggarkan pembatasan pandemi.
Jumlah kantor keluarga atau perusahaan terpadu yang mengelola portofolio orang kaya di negara kota tersebut meningkat menjadi sekitar 1.400 pada tahun lalu dari 1.100 pada tahun sebelumnya dan sekitar 700 pada akhir tahun 2021, menurut statistik pemerintah. ($1 = 1,3540 dolar Singapura)