Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Moskow tidak melanggar sanksi PBB terhadap Korea Utara. Akan tetapi, Rusia dengan tegas menentang tindakan pembatasan baru terhadap Pyongyang. Hal tersebut ditegaskan oleh seorang diplomat tingkat tinggi Rusia kepada kantor berita RIA dalam pernyataannya yang diterbitkan pada hari Minggu (15/10/2023).
"Rusia, sebagai anggota komunitas dunia yang bertanggung jawab, secara ketat mematuhi kewajiban internasionalnya terhadap Pyongyang melalui Dewan Keamanan PBB," kata Duta Besar Rusia Oleg Burmistrov kepada RIA dalam sebuah wawancara seperti yang dilansir Reuters.
Dia menambahkan, "Pada saat yang sama, kami dengan tegas menentang pemberlakuan tindakan pembatasan baru."
Sebelumnya, pada Jumat (13/10/2023), Gedung Putih mengatakan Korea Utara baru-baru ini melakukan pengiriman senjata kepada Rusia. AS menyebut tindakan tersebut sebagai perkembangan yang meresahkan dan meningkatkan kekhawatiran tentang perluasan hubungan militer antara kedua negara.
Baca Juga: Korea Utara Bantah Senjatanya Digunakan Hamas untuk Serang Israel
Seperti yang diketahui, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dalam pertemuan tingkat tinggi yang jarang terjadi pada bulan lalu. Pertemuan tersebut membahas masalah militer, perang di Ukraina dan kemungkinan bantuan Rusia untuk program satelit negara yang penuh rahasia itu.
Sejak tahun 2006, Korea Utara telah berada di bawah sanksi PBB akibat pengembangan program nuklir dan rudal balistiknya. Langkah-langkah tersebut telah diperkuat selama bertahun-tahun. Akan tetapi, Dewan Keamanan PBB kini menemui jalan buntu ketika China dan Rusia mendorong agar sanksi tersebut dilonggarkan guna meyakinkan Pyongyang agar kembali ke perundingan denuklirisasi.
Burmistrov mengatakan kepada RIA bahwa risiko konflik nuklir di Semenanjung Korea telah meningkat tajam, sebagian dipicu oleh aksi Washington yang meresahkan.
Baca Juga: Korea Utara Menyalahkan Israel Atas Pertempuran di Jalur Gaza
“Retorika para pejabat Korea Utara mengenai hipotesis ‘konflik nuklir’ dengan jelas menggambarkan peningkatan tajam risiko yang dipicu oleh Amerika Serikat dengan menarik aset-aset strategis ke semenanjung tersebut,” kata Burmistrov.