Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Anggaran tersebut hanya mencakup sedikit target spesifik untuk fokus baru itu, selain menetapkan target lebih dari 20 juta pengunjung dari luar negeri untuk ibadah umrah ke Mekkah pada tahun 2026, peningkatan tajam dari 15 juta peziarah yang diharapkan tahun ini.
"Ini adalah defisit yang disengaja (deficit by design)," kata Jadaan pada konferensi pers hari Senin. "Kami, berdasarkan pilihan kebijakan, akan mengalami defisit hingga (tahun) 2028."
Pemerintah Saudi dan Dana Investasi Publik (Public Investment Fund/PIF) yang bernilai hampir US$ 1 triliun, keduanya telah menjalani peninjauan kembali prioritas proyek dan pengeluaran, tambah Jadaan. Beberapa tuntutan yang tampak terlalu ambisius dari segi waktu atau investasi telah dikurangi menjadi tujuan yang lebih masuk akal.
Berbeda dari paket pengeluaran tahun ini, anggaran 2026 tidak menyebutkan secara spesifik proyek-proyek raksasa (gigaprojects) seperti NEOM atau resor pulau Sindalah.
PIF, seperti Kementerian Keuangan, memastikan rencana awal proyek "dikalibrasi ulang untuk memastikan proyek-proyek tersebut memberikan hasil yang seharusnya," kata Jadaan.
Angka-angka anggaran ini akan diawasi dengan cermat oleh para ahli industri energi, dengan harapan dapat memperoleh wawasan tentang ke mana arah pendapatan minyak yang diharapkan Arab Saudi dalam waktu dekat. Pendapatan Kerajaan masih sangat bergantung pada ekspor minyaknya.
Ketidakpastian ekonomi global yang berkelanjutan dan kelebihan pasokan telah menekan pasar sepanjang tahun ini, menyebabkan harga minyak mentah lebih rendah. Harga minyak mentah telah berkisar antara US$ 60 hingga US$ 70 per barel di pasar AS dan internasional, turun sekitar US$ 10 dari periode 2024.
Tonton: Perusahaan Anak Riza Chalid Ajukan Kredit 50 Juta USD ke Bank Mandiri
Kesimpulan
Intisari artikel ini adalah bahwa Arab Saudi memproyeksikan defisit anggaran sebesar US$ 44 miliar pada tahun 2026, namun defisit ini diklaim sebagai "pilihan kebijakan" yang disengaja oleh pemerintah.
Defisit ini muncul karena Kerajaan memasuki "fase ketiga" Visi 2030, di mana fokus bergeser dari peluncuran reformasi ke memaksimalkan dampak investasi besar-besaran yang ditujukan untuk mendiversifikasi ekonomi dari ketergantungan minyak. Prioritas pengeluaran kini lebih diarahkan ke sektor-sektor non-properti, seperti logistik, mineral, AI, dan pariwisata religi (Umrah), dengan target Umrah 2026 mencapai 20 juta pengunjung.
Pemerintah mengakui bahwa mereka akan mempertahankan defisit ini hingga tahun 2028, selama imbal hasil investasinya lebih besar dari biaya utang. Ini menunjukkan adanya strategi fiskal agresif yang berani mengambil risiko utang demi mengakselerasi transformasi ekonomi jangka panjang.













