Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Arab Saudi merilis anggaran tahun 2026 pada hari Selasa (2/12/2025), yakni dengan memproyeksikan defisit sebesar 165 miliar riyal (sekitar US$ 44 miliar). Proyeksi ini muncul saat Kerajaan tersebut terus menjalankan program pengeluaran ambisius demi mendiversifikasi ekonominya yang sangat bergantung pada minyak.
Melansir The Arab Weekly, negara dengan perekonomian terbesar di dunia Arab ini sedang gencar berupaya memangkas ketergantungannya pada pendapatan minyak. Para pejabat mengucurkan miliaran dolar ke dalam berbagai proyek untuk menarik investasi dan pariwisata.
Sebagai eksportir minyak utama dunia, Arab Saudi telah mencapai lebih dari separuh jalan dari cetak biru transformasi ekonomi mereka, Visi 2030. Strategi ini, yang diperkenalkan oleh penguasa de facto Putra Mahkota Mohammed bin Salman pada tahun 2016, menuntut ratusan miliar dolar investasi pemerintah untuk melepaskan ekonomi Kerajaan dari ketergantungan pendapatan hidrokarbon.
Menurut anggaran, tahun 2026 akan menandai dimulainya "fase ketiga" dari Visi 2030. Ini mengisyaratkan adanya pergeseran fokus, dari meluncurkan reformasi ekonomi menjadi memaksimalkan dampaknya.
"Putra Mahkota menjelaskan fase baru ini bertujuan untuk mempercepat laju kemajuan dan meningkatkan peluang pertumbuhan untuk mencapai dampak berkelanjutan hingga setelah 2030," lapor kantor berita negara SPA.
Baca Juga: Trump Gelar Razia Imigrasi di New Orleans, Warga Panik dan Aktivitas Kota Melambat
Perubahan fokus ini terjadi saat Riyadh mengarahkan kembali fokus dana kekayaan negara mereka yang bernilai US$ 925 miliar. Dana ini kini lebih fokus beralih dari proyek real estate raksasa yang tertunda, menuju sektor-sektor termasuk logistik, mineral, kecerdasan buatan (AI), dan pariwisata religi.
Untuk membantu mencapai tujuan tersebut, Kementerian Keuangan menyatakan bahwa anggaran umum negara untuk tahun 2026 akan memiliki total pengeluaran sebesar 1,313 triliun riyal (US$ 350,1 miliar) dan total pendapatan sebesar 1,147 triliun riyal (US$ 305,8 miliar).
Defisit yang diproyeksikan ini berjumlah 3,3% dari PDB, yang lebih rendah dari defisit yang diperkirakan untuk tahun 2025, yaitu 245 miliar riyal (setara dengan 5,3% PDB). Kementerian juga meramalkan bahwa ekonomi akan tumbuh sebesar 4,6% pada tahun 2026.
Menteri Keuangan Kerajaan, Mohammed al-Jadaan, membela rencana fiskal terbaru pemerintah menjelang persetujuan resmi anggaran tersebut.
"Tingkat defisit saat ini adalah pilihan kebijakan," kata menteri pada konferensi pers sebelum publikasi anggaran.
Dia menambahkan, "Kami perlu berinvestasi dalam ekonomi kami, dan selama imbal hasil dari investasi ini lebih tinggi daripada biaya utang, kami akan melanjutkan dorongan itu."
Jadaan mengatakan kepada Reuters bahwa, "Tingkat pengeluaran kami dalam tiga siklus anggaran terakhir konsisten, tetapi sekarang ini tentang apa yang kami belanjakan, bukan seberapa banyak kami membelanjakan."
Baca Juga: Ekonomi Australia Tumbuh Moderat di Kuartal Ketiga
Anggaran tersebut hanya mencakup sedikit target spesifik untuk fokus baru itu, selain menetapkan target lebih dari 20 juta pengunjung dari luar negeri untuk ibadah umrah ke Mekkah pada tahun 2026, peningkatan tajam dari 15 juta peziarah yang diharapkan tahun ini.
"Ini adalah defisit yang disengaja (deficit by design)," kata Jadaan pada konferensi pers hari Senin. "Kami, berdasarkan pilihan kebijakan, akan mengalami defisit hingga (tahun) 2028."
Pemerintah Saudi dan Dana Investasi Publik (Public Investment Fund/PIF) yang bernilai hampir US$ 1 triliun, keduanya telah menjalani peninjauan kembali prioritas proyek dan pengeluaran, tambah Jadaan. Beberapa tuntutan yang tampak terlalu ambisius dari segi waktu atau investasi telah dikurangi menjadi tujuan yang lebih masuk akal.
Berbeda dari paket pengeluaran tahun ini, anggaran 2026 tidak menyebutkan secara spesifik proyek-proyek raksasa (gigaprojects) seperti NEOM atau resor pulau Sindalah.
PIF, seperti Kementerian Keuangan, memastikan rencana awal proyek "dikalibrasi ulang untuk memastikan proyek-proyek tersebut memberikan hasil yang seharusnya," kata Jadaan.
Angka-angka anggaran ini akan diawasi dengan cermat oleh para ahli industri energi, dengan harapan dapat memperoleh wawasan tentang ke mana arah pendapatan minyak yang diharapkan Arab Saudi dalam waktu dekat. Pendapatan Kerajaan masih sangat bergantung pada ekspor minyaknya.
Ketidakpastian ekonomi global yang berkelanjutan dan kelebihan pasokan telah menekan pasar sepanjang tahun ini, menyebabkan harga minyak mentah lebih rendah. Harga minyak mentah telah berkisar antara US$ 60 hingga US$ 70 per barel di pasar AS dan internasional, turun sekitar US$ 10 dari periode 2024.
Tonton: Perusahaan Anak Riza Chalid Ajukan Kredit 50 Juta USD ke Bank Mandiri
Kesimpulan
Intisari artikel ini adalah bahwa Arab Saudi memproyeksikan defisit anggaran sebesar US$ 44 miliar pada tahun 2026, namun defisit ini diklaim sebagai "pilihan kebijakan" yang disengaja oleh pemerintah.
Defisit ini muncul karena Kerajaan memasuki "fase ketiga" Visi 2030, di mana fokus bergeser dari peluncuran reformasi ke memaksimalkan dampak investasi besar-besaran yang ditujukan untuk mendiversifikasi ekonomi dari ketergantungan minyak. Prioritas pengeluaran kini lebih diarahkan ke sektor-sektor non-properti, seperti logistik, mineral, AI, dan pariwisata religi (Umrah), dengan target Umrah 2026 mencapai 20 juta pengunjung.
Pemerintah mengakui bahwa mereka akan mempertahankan defisit ini hingga tahun 2028, selama imbal hasil investasinya lebih besar dari biaya utang. Ini menunjukkan adanya strategi fiskal agresif yang berani mengambil risiko utang demi mengakselerasi transformasi ekonomi jangka panjang.













