Reporter: kompas.com | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Pemerintah Hong Kong tak menerapkan penguncian atau lockdown sebagai upaya menekan penyebaran dan pencegahan virus corona di wilayahnya.
Tanpa lockdown seperti sejumlah negara lakukan, misalnya, China, Amerika Serikat (AS), dan Inggris, Hong Kong dinilai berhasil menangani penyebaran virus corona.
Dengan populasi hampir 7,5 juta jiwa, angka kasus virus corona di Hong Kong hingga Sabtu (18/4) tercatat 715 kasus, termasuk 94 infeksi tanpa gejala, dan 4 orang meninggal.
Pada awal pandemi virus corona, Hong Kong dianggap berisiko besar terpapar virus corona karena para pelancong yang datang dari China. Tetapi, sejak awal Februari, negara itu dianggap berhasil mengendalikan wabah virus corona.
Pelacakan kontak
Melansir The Guardian, Minggu (18/4), Hong Kong menerapkan kebijakan sesuai dengan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan memulai program ketat untuk melakukan tes pada setiap orang dengan gejala.
Baca Juga: Begini strategi Korea yang sukses mengendalikan corona tanpa lockdown
Mereka yang hasil tesnya positif Covid-19 menjalani karantina di rumahsakit. Kemudian, dilakukan pelacakan terhadap mereka yang melakukan kontak dengan pasien positif, dan diperintahkan melakukan isolasi.
Pada awal Maret 2020, sekitar 400 pasien yang menjalani rawat jalan dan 600 pasien rawat inap diuji setiap hari.
Kontrol ketat dilakukan di perbatasan. Siapa pun yang datang dari China atau negara dengan kasus Covid-19 wajib menjalani karantina selama 14 hari di tempat yang telah disediakan.
Penginapan wisata dan perumahan baru namun belum dihuni diubah menjadi fasilitas karantina. Sekolah ditutup dan orang-orang didorong untuk bekerja dari rumah jika mereka mampu.
Inggris dan negara-negara Eropa lainnya juga melakukan tes dan pelacakan kontak pada minggu-minggu awal epidemi virus corona.
Baca Juga: Meski cuma punya 267 kasus virus corona, Vietnam perpanjang lockdown
Tapi, seiring bertambahnya jumlah kasus, tes dan penelusuran ditinggalkan dan mereka memilih menerapkan lockdown total untuk membatasi pergerakan dan meminta warga tetap berada di rumah.
Kesadaran masyarakat Hong Kong
Hong Kong belum menerapkan kebijakan lockdown. Melansir Lancet Public Health, meskipun masyarakat Hong Kong tidak diwajibkan untuk tinggal di rumah, mereka memilih untuk mengubah perilaku.
Dalam sebuah survei pada Maret 2020, 85% responden mengaku menghindari tempat-tempat ramai, dan 99% responden menyatakan, mengenakan masker saat meninggalkan rumah. Perilaku ini dianggap sebagai indikasi kekhawatiran mereka.
Selama wabah SARS pada 2003 yang melanda Hong Kong dan menyebabkan 299 kematian, 79% warga negara itu mengenakan masker. Namun, saat pandemi flu babi pada 2009, hanya 10% warga yang mengenakan masker.
Para ilmuwan memperkirakan, jumlah rata-rata orang yang terinfeksi dari pembawa virus tetap berada pada angka 1 selama 8 minggu dari awal Februari, ketika langkah-langkah pencegahan diberlakukan. Ini dianggap berkontribusi pada pelambatan epidemi.
Baca Juga: Baru punya 20.000 kasus corona tapi 122 juta orang Afrika bisa terinfeksi
Prof Benjamin Cowling dari University of Hong Kong, yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan, Hong Kong menunjukkan bagaimana penyakit ini bisa dikendalikan, agar berdaya rusak rendah tanpa menyebabkan dampak signifikan secara ekonomi dan sosial seperti yang dialami oleh negara-negara Eropa dan AS.
"Dengan segera menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat, Hong Kong telah menunjukkan bahwa penularan Covid-19 dapat secara efektif ditahan tanpa menggunakan lockdown total yang sangat mengganggu, seperti yang terjadi di China, AS, dan negara-negara Eropa Barat," kata Prof. Benjamin.
“Pemerintah lain dapat belajar dari keberhasilan Hong Kong. Jika langkah-langkah dan respons populasi ini dapat dipertahankan, sambil menghindari stress yang bisa terjadi di kalangan masyarakat umum. Mereka secara substansial dapat mengurangi dampak lokal epidemi Covid-19," lanjut dia.
Kasus influenza juga ikut turun
Tim ilmuwan juga menemukan penurunan angka kasus influenza. Masih dikaji, apakah penurunan ini terjadi karena ada pembatasan fisik dan perubahan perilaku masyarakat di Hong Kong sebagai pencegahan Covid-19.
Kedua penyakit ini ditularkan dengan cara yang sama. Tercatat, penularan flu berkurang 44% selama Februari 2020 setelah penutupan sekolah.
Baca Juga: Duh, sejumlah negara bakal berjuang melawan corona sekaligus cuaca ekstrem
“Kecepatan penurunan aktivitas influenza pada tahun 2020 lebih cepat daripada tahun-tahun sebelumnya. Ini menunjukkan, tindakan jarak sosial dan perilaku penghindaran lainnya memiliki dampak tambahan yang substansial pada penularan influenza,” kata Dr Peng Wu, peneliti dari Universitas Hong Kong.
“Karena influenza dan Covid-19 adalah patogen pernapasan yang langsung ditularkan dengan dinamika pelepasan virus yang serupa, kemungkinan langkah-langkah pengendalian ini juga mengurangi penularan Covid-19 di masyarakat," ujar dia.
Peng menambahkan, masyarakat Hong Kong lebih sadar akan perlunya mengubah perilaku mereka karena pengalaman berjangkitnya penyakit menular di masa lalu.
Melihat perkembangan di Hong Kong, Profesor Paul Hunter, guru besar kedokteran dari Universitas East Anglia, mengatakan, penelitian ini bisa menjadi contoh untuk mempertimbangkan sebelum melakukan lockdown.
“Meskipun seseorang tidak selalu bisa mengadaptasi metode dari negara Asia ke negara Eropa, pendekatan Hong Kong dapat memberi kita cara untuk meringankan dampak dari lockdown tanpa mempertaruhkan terjadinya peningkatan jumlah kasus lagi," kata Prof Paul.
Baca Juga: WHO tak yakin antibodi bisa melindungi diri dari infeksi ulang virus corona
Menurut dia, sebagai salah satu negara yang terkena dampak paling parah selama epidemi SARS pada tahun 2003, Hong Kong dianggap lebih siap untuk menghadapi wabah Covid-19 daripada negara lain.
“Peningkatan kapasitas tes dan kapasitas rumah sakit untuk menangani patogen pernapasan baru, dan populasi yang sangat sadar akan kebutuhan untuk meningkatkan kebersihan pribadi dan menjaga jarak fisik, menempatkan mereka dalam kondisi yang lebih baik," kata Paul.
Meski demikian, para ahli belum bisa menyimpulkan, kebijakan mana yang paling memberi pengaruh, apakah pengujian, pelacakan kontak, atau karantina.
“Itu adalah pertanyaan yang sangat penting dan satu yang belum dapat kami jawab. Kami pikir kemungkinan besar itu adalah kombinasi dari serangkaian kebijakan yang bekerja dengan baik. Pembatasan sosial memperlambat transmisi virus dan mencegah terjadinya wabah besar, sehingga memungkinkan tes dan pelacakan terus dilakukan,” ujar Paul.
Penulis: Jawahir Gustav Rizal
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Melihat Cara Hong Kong Kendalikan Virus Corona Tanpa Lockdown..."