Sumber: CNN | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - ROMA. Italia memasuki minggu keempat krisis nasional terburuk sejak Perang Dunia II gara-gara wabah virus corona yang belum menunjukkan tanda-tanda berakhir.
Italia sudah melakukan penguncian alias lockdown seluruh negeri. Lebih dari 60 juta orang hidup di bawah penguncian yang semakin tak tertahankan dan semakin hari semakin ketat.
Toko-toko yang tetap buka tutup lebih awal dan polisi berpatroli dalam jumlah semakin besar, meminta para keluarga kembali ke rumah mereka dan memastikan tidak ada orang di luar tanpa alasan yang sah.
Baca Juga: Ini penyebab Indonesia tak melakukan lockdown
Meski sudah ada lockdown, jumlah kasus baru virus corona di Italia tetap meningkat drastis. CNN melaporkan, Rabu (18/3), Badan Perlindungan Sipil Italia mencatat jumlah kasus coronavirus di Italia bertambah 4.207 kasus hanya dalam dalam tempo 24 jam. Jumlah total kasus infeksi corona di Italia mencapai 35.713 kasus hingga Rabu (18/3).
Jumlah tambahan kematian akibat virus corona juga mencatat rekor terbanyak dalam sehari yakni sebanyak 475 orang. Dus, jumlah total kematian di Italia sudah mencapai 2.978 orang.
Konsentrasi tertinggi kasus ada di utara Italia. Orang yang meninggal sedang antre untuk dimakamkan karena layanan pemakaman sangat dilarang.
Sedangkan yang hidup juga antre untuk menjalani pemeriksaan, karena jumlah pasien corona yang meledak. Dokter dan perawat juga banyak yang terinfeksi karena kurangnya perlindungan yang memadai.
Banyak yang bertanya-tanya bagaimana ini akan berakhir, dan apakah biaya ekonomi dari lockdown itu sepadan.
Ada tanda-tanda menggembirakan bahwa jumlah kasus baru di zona merah asli di Italia utara mungkin mendatar, tetapi para ahli mengatakan masih terlalu dini untuk menganggap ini sebagai tren yang dapat diandalkan.
Belum ada tanda-tanda perubahan
Ada lebih dari 2.000 orang di unit perawatan intensif di seluruh Italia, negara yang terkena dampak terburuk di Eropa, menurut angka resmi terbaru.
Sebagian besar terkonsentrasi di Lombardy, tempat krisis corona meledak pertama kali pada 23 Februari. Tetapi banyak yang khawatir akan ada area hotspot baru di selatan Italia, di mana infrastruktur sudah lebih lemah dan lebih sedikit orang yang mengikuti langkah-langkah penguncian.
Baca Juga: Serie A Italia ditangguhkan, pemotongan gaji pemain di depan mata
Dr. Giorgio Palu, seorang profesor virologi dan mikrobiologi dari Universitas Padova mengatakan kepada CNN, ia berharap untuk melihat tanda-tanda pertama perubahan setelah lebih dari seminggu di seluruh negeri dikunci, tapi itu belum terwujud.
"Kemarin kami memperkirakan akan ada perubahan setelah hampir 10 hari dari langkah baru ini ... tapi itu masih meningkat," katanya kepada CNN. "Jadi kupikir kita tidak bisa membuat prediksi hari ini."
Tapi dia percaya, tidak ada alternatif lain selain lockdown selama semua orang mau bekerja sama dengan itu.
Baca Juga: Ledakan korban kasus corona di Italia: 475 tewas hanya dalam 24 jam
Kata Palu, lockdown seharusnya lebih luas dan lebih ketat sebelumnya dan itu harus lebih ketat sekarang. "Kita seharusnya melakukan lebih banyak tes diagnostik di Lombardy di mana ada nukleus besar. Tidak ada gunanya mencoba pergi ke supermarket seminggu sekali. Kamu harus membatasi waktumu, isolasi adalah kuncinya," imbuhnya.
Alessandro Grimaldi, direktur penyakit menular di Rumah Sakit Salvatore di L'Aquila mengatakan, satu-satunya cara untuk berjuang untuk menjaga sistem perawatan kesehatan dari kehancuran total adalah dengan meningkatkan sumber daya. "Mungkin pemerintah seharusnya memikirkan hal ini sebelumnya, bersiaplah lebih baik," katanya.
Grimaldi juga setuju bahwa satu-satunya cara lockdown akan menuai manfaat adalah jika diberlakukan dengan ketat. "Melawan musuh seperti ini sulit bagi semua orang. China menunjukkan kepada kami bahwa Anda perlu mengambil tindakan drastis. Italia adalah yang pertama menghentikan penerbangan ke China, negara pertama di Eropa yang melakukan penguncian."
Alessandro Vergallo, spesialis anestesi dan perawatan intensif, mengingatkan bahwa kembali ke keadaan normal tidak akan terjadi selama berbulan-bulan. "Kemarin kami mencoba menafsirkan kapan perataan kurva akan terjadi. Karena itu adalah virus yang tidak dikenal, sulit untuk menafsirkan data. Kami berharap pada 26 Maret, kita akan melihat penurunan jumlahnya," katanya kepada CNN.
Baca Juga: Ada 55 kasus corona baru di Indonesia hari ini, jadi rekor kenaikan harian tertinggi