Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Toyota dikabarkan sedang berupaya mengakuisisi Neta Auto yang sedang mengalami masalah finansial. Selain untuk menyelamatkan bisnis Neta, Toyota jelas berusaha memperluas pasarnya di China.
Rumor ini pertama kali muncul dalam laporan Kuai Technology pada 12 Mei 2025. Dijelaskan bahwa Toyota sedang mengevaluasi akuisisi pembuat kendaraan listrik China, Neta Auto.
Toyota dapat memanfaatkan aset Neta dan pengetahuan lokalnya untuk mempercepat peluncuran kendaraan listriknya di China.
Namun, Direktur Komunikasi Merek Toyota di China, Xu Yiming, membantah rumor tersebut.
"Kami belum mendengar apa pun tentang ini," kata Xu, dikutip Car News China.
Baca Juga: 10 Mobil Listrik dengan Jarak Tempuh Terjauh, Ada Hyundai Ioniq 6
Masalah Keuangan Neta
Neta Auto, yang didirikan pada tahun 2014 oleh Hozon New Energy Auto, telah mengalami krisis keuangan sejak pertengahan tahun 2024.
Pada tahun 2024, penjualan Neta turun menjadi 64.500 unit, dan pada Januari 2025, penjualan anjlok hampir 98% dari tahun ke tahun menjadi hanya 110 mobil.
Neta telah menghentikan produksi, melakukan PHK massal, berusaha mencari pendanaan eksternal. Pada 10 Februari 2025, Neta mengungkapkan rencana pendanaan E-round yang gagal, dengan nilai antara US$552-621 juta.
Pada tahun 2025, usulan 50% saham hanya seharga 3 miliar yuan atau sekitar US$414 juta memangkas valuasinya menjadi 6 miliar yuan atau sekitar US$828 juta, anjlok hingga 80%.
Hal ini membuat marah para investor awal dan yang didukung negara, termasuk 360 Security Technology, yang pendirinya, Zhou Hongyi, menarik investasi lanjutan sebesar US$138 juta yang dijanjikan.
Neta telah membukukan kerugian kumulatif sebesar 18,3 miliar yuan atau sekitar US$2,53 miliar selama tiga tahun dan berutang kepada pemasok sebesar 6 miliar yuan, sekitar US$828 juta.
Baca Juga: Polytron Resmi Terjun ke Industri Mobil Listrik, Luncurkan G3 dan G3+
Neta mengusulkan untuk mengubah 70% utang pemasok menjadi ekuitas dan membayar sisanya secara mencicil, dengan peringatan bahwa perusahaan dapat gagal bayar upah dan asuransi sosial tanpa modal baru.
Jika Neta bangkrut, investor pemerintah akan diprioritaskan dalam pembayaran utang, sehingga pemasok berada dalam risiko.
Neta bisa menghadapi denda di Thailand, tempat perusahaan itu sebelumnya menerima subsidi hingga 150.000 baht atau sekitar US$4.100 per kendaraan. Untuk mempertahankan subsidi tersebut, Neta harus memenuhi target produksi lokal paling lambat tahun 2025. Jika gagal, perusahaan itu bisa dikenai sanksi pembayaran kembali subsidi, bunga, dan keringanan pajak.
Beruntungnya, Neta masih mampu mempertahankan beberapa nilai teknologi dan pasar. Pada tanggal 26 Maret 2025, Neta memperoleh perjanjian utang-untuk-ekuitas senilai 2 miliar yuan atau sekitar US$276 juta dengan 134 pemasok utama dan menerima dukungan finansial dari lembaga-lembaga Thailand dan Solotech Hong Kong.
Tonton: OJK akan Mengatur Financial Influencer, Fokus pada Transparansi dan Etika Konten