Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON / WEST PALM BEACH, Florida. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Minggu (13/4) menyampaikan bahwa pemerintahannya akan melakukan investigasi keamanan nasional terhadap sektor semikonduktor dan rantai pasok elektronik dari China.
Hal ini mengindikasikan gelombang tarif baru yang akan segera diberlakukan, termasuk pada produk-produk seperti chip, smartphone, dan komputer.
“Produk-produk elektronik itu hanya dipindahkan ke 'keranjang tarif' yang berbeda,” tulis Trump dalam unggahan di media sosial.
Baca Juga: Saingi China, Trump Berencana Timbun Mineral Laut untuk Keberlanjutan Industri AS
“Kami tengah mengkaji semikonduktor dan SELURUH RANTAI PASOK ELEKTRONIK dalam Investigasi Tarif Keamanan Nasional mendatang.”
Sebelumnya, pada Jumat (11/4), Gedung Putih mengumumkan pengecualian sementara untuk smartphone dan komputer dari tarif timbal balik atas impor China.
Namun, dalam pernyataan terbarunya, Trump menegaskan bahwa pengecualian tersebut hanya bersifat sementara.
Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick juga mengatakan bahwa produk teknologi penting dari China, termasuk semikonduktor, akan dikenakan tarif baru dalam dua bulan ke depan.
“Presiden akan menerapkan jenis tarif khusus untuk produk-produk elektronik seperti smartphone dan komputer, serta sektor semikonduktor dan farmasi,” ujarnya dalam wawancara di program This Week milik ABC.
Ia menambahkan bahwa tarif ini berada di luar skema “tarif timbal balik” yang sebelumnya sudah membuat bea masuk atas produk China melonjak hingga 125%.
Baca Juga: Melunak, Trump Bebaskan Tarif untuk Ponsel, Komputer dan Barang Elektronik dari China
“Ini menyangkut isu keamanan nasional. Produk-produk ini harus diproduksi di Amerika,” tegas Lutnick.
Sebagai respons, China telah meningkatkan tarif balasan atas produk impor AS hingga 125%.
Kementerian Perdagangan China menyatakan masih mengevaluasi dampak pengecualian tarif terhadap produk teknologi yang diumumkan AS pada Jumat malam.
Mengomentari situasi ini, investor miliarder Bill Ackman menyerukan agar Trump menunda penerapan tarif timbal balik atas China selama 90 hari dan memangkas bea menjadi 10% sementara waktu.
“Langkah ini tetap bisa mendorong relokasi rantai pasok dari China tanpa menyebabkan disrupsi ekonomi yang besar,” tulisnya di platform X.
Namun, berbagai pihak menilai kebijakan tarif Trump berubah-ubah dan menimbulkan ketidakpastian.
Baca Juga: Trump Soal Tarif Impor: Kalau Tak Suka, Jangan Berdagang dengan AS
“Sentimen pasar: reli terbesar tahun ini akan terjadi jika Lutnick dipecat,” cuit Sven Henrich dari NorthmanTrader.
“Pemerintah harus menentukan siapa yang mengendalikan pesan kebijakan, karena saat ini berubah setiap hari. Dunia usaha tak bisa merencanakan investasi dalam situasi seperti ini.”
Senator Demokrat Elizabeth Warren juga mengkritik pendekatan Trump. “Tidak ada kebijakan tarif di sini—yang ada hanya kekacauan dan korupsi,” ujarnya di ABC.
Dalam pemberitahuan kepada pelaku usaha pada Jumat malam, Bea Cukai AS merilis daftar 20 kategori produk yang dikecualikan dari tarif, termasuk komputer, laptop, chip memori, dan layar datar.
Sementara itu, penasihat perdagangan Gedung Putih Peter Navarro menyebut bahwa AS membuka peluang negosiasi dengan China. Namun, ia juga menuding China terlibat dalam rantai pasok fentanil, zat narkotik yang mematikan.
Navarro menegaskan bahwa AS saat ini sedang menjajaki kesepakatan dagang dengan negara-negara seperti Inggris, Uni Eropa, India, Jepang, Korea Selatan, Indonesia, dan Israel.
Baca Juga: Ratusan Penerbangan di China Dibatalkan Akibat Angin Kencang
Di sisi lain, Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer mengatakan belum ada rencana pembicaraan langsung antara Trump dan Presiden China Xi Jinping terkait tarif. Ia menyalahkan China atas eskalasi perang dagang saat ini.
“Kami menargetkan kesepakatan dagang yang berarti dengan beberapa negara dalam beberapa minggu ke depan,” katanya di program Face the Nation di CBS.
Namun, kekhawatiran terus berkembang. Pendiri hedge fund terbesar di dunia, Ray Dalio, mengatakan kepada NBC bahwa AS berada di ambang resesi.
“Saat ini kita berada di titik pengambilan keputusan yang genting. Jika kebijakan ini tidak ditangani dengan baik, saya khawatir kita bisa menghadapi situasi yang lebih buruk dari sekadar resesi,” ujarnya.