Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID. Pemerintahan Presiden AS Donald Trump mencabut izin Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa internasional mulai tahun ajaran 2025–2026 dan memaksa mahasiswa asing yang sedang belajar untuk pindah ke kampus lain atau kehilangan status legal mereka di AS.
Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem memerintahkan pencabutan sertifikasi Student and Exchange Visitor Program (SEVP) milik Harvard, dengan alasan bahwa kampus tersebut “menumbuhkan kekerasan, antisemitisme, dan bekerja sama dengan Partai Komunis China.”
Langkah ini berdampak pada ribuan mahasiswa asing dan menandai eskalasi tajam dalam konflik antara Trump dan Harvard, universitas Ivy League yang telah menjadi sasaran kritik Trump selama berbulan-bulan.
Baca Juga: Trump Realisasikan Pembekuan Dana Hibah untuk Harvard
Retaliasi dan Tuduhan Politis
Dalam pernyataannya, Harvard menyebut tindakan pemerintah sebagai “ilegal dan merupakan bentuk retaliasi.”
“Langkah ini membahayakan komunitas Harvard dan melemahkan misi akademik dan riset kami,” demikian pernyataan resmi universitas.
Noem mengatakan bahwa izin untuk menerima mahasiswa asing adalah hak istimewa, bukan hak mutlak, dan menuding Harvard mengambil keuntungan dari biaya kuliah tinggi mahasiswa internasional untuk memperkaya endowmen mereka yang bernilai miliaran dolar.
Dalam surat resminya kepada Harvard, Noem memberi batas waktu 72 jam agar kampus menyerahkan rekaman video dan audio terkait aktivitas protes mahasiswa asing selama lima tahun terakhir jika ingin mempertahankan sertifikasinya.
Baca Juga: Survei Harvard: Indonesia Negara Paling Sejahtera, Ungguli Inggris dan Jepang
Dampak Besar terhadap Mahasiswa Asing
Menurut data Harvard, kampus ini memiliki sekitar 6.800 mahasiswa internasional pada tahun ajaran 2024–2025, mencakup 27% dari total mahasiswa.
Mahasiswa asal China merupakan kelompok terbesar, diikuti oleh pelajar dari Kanada, India, Korea Selatan, Inggris, Jerman, Australia, Singapura, dan Jepang.
Kedutaan Besar China di Washington belum memberikan tanggapan.
Baca Juga: Donald Trump akan Mencabut Status Bebas Pajak Universitas Harvard
Protes dari Harvard dan Anggota Kongres
Tindakan ini juga menuai kecaman dari anggota Partai Demokrat di Kongres. Jaime Raskin, anggota DPR AS, menyebutnya sebagai “serangan yang tak dapat ditoleransi terhadap independensi dan kebebasan akademik Harvard.”
Dalam beberapa minggu terakhir, Trump juga membekukan dana hibah federal senilai US$3 miliar untuk Harvard, yang kini tengah diperjuangkan di pengadilan.
Dalam kasus hukum lain yang sedang berlangsung, seorang hakim federal pada Kamis menyatakan bahwa pemerintah tidak dapat mencabut status hukum mahasiswa asing secara sepihak tanpa prosedur yang sah, meski belum jelas bagaimana putusan ini memengaruhi kasus Harvard.
Baca Juga: Simak Beberapa Tips agar Bisa Lolos Harvard dari Mahasiswa Indonesia Ini, Yuk
Trump Ancam Kampus Lain
Dalam wawancara dengan Fox News, Noem mengatakan pemerintah tengah mempertimbangkan langkah serupa terhadap universitas lain, termasuk Columbia University.
“Tentu saja kami pertimbangkan. Ini peringatan bagi semua kampus lain: rapikan rumahmu,” kata Noem.
Sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari, Trump telah menghidupkan kembali agenda imigrasi kerasnya, termasuk upaya mencabut visa dan green card mahasiswa asing yang ikut serta dalam protes pro-Palestina.
Trump juga secara terbuka menyerang kampus-kampus swasta karena dianggap mempromosikan ideologi “Marxis, anti-Amerika, dan radikal kiri”, serta mengecam Harvard karena mempekerjakan tokoh-tokoh dari Partai Demokrat.
Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS pada awal pekan ini juga mengumumkan akan menghentikan dana hibah senilai US$60 juta untuk Harvard karena dianggap gagal menangani pelecehan antisemit dan diskriminasi etnis.
Baca Juga: Harvard Melawan, Trump Balas dengan Ancaman
Namun, dalam gugatan terpisah awal bulan ini, Harvard menegaskan telah mengambil langkah untuk memerangi antisemitisme dan menjamin lingkungan yang aman bagi mahasiswa Yahudi dan Israel.
Aaron Reichlin-Melnick, dari American Immigration Council, menyebut langkah pemerintah sebagai hukuman kolektif yang merugikan ribuan mahasiswa yang tidak bersalah.
“Tak satu pun dari mereka yang melakukan kesalahan – mereka hanyalah korban dari strategi politik Trump,” tulisnya di Bluesky.