Sumber: Newsweek | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketegangan di Timur Tengah meningkat tajam seiring berlanjutnya konflik bersenjata antara Israel dan Iran yang telah memasuki hari keenam. Presiden Amerika Serikat Donald Trump kini semakin memberikan sinyal bahwa intervensi militer langsung dari pihak AS bisa menjadi langkah berikutnya.
Meski Pentagon masih menyatakan bahwa pasukan AS beroperasi dalam "postur defensif", realitas di lapangan menunjukkan eskalasi signifikan, termasuk pengerahan kapal induk dan pesawat pembom jarak jauh ke kawasan strategis di sekitar Iran.
Trump Keras terhadap Iran: Dari Diplomasi ke Ultimatum
Sebelum Israel memulai serangan besar-besaran pada Kamis lalu, Trump masih menunjukkan niat untuk melanjutkan perundingan nuklir dengan Iran. Putaran keenam negosiasi sempat dijadwalkan digelar di Oman pada akhir pekan.
Namun, pada Senin (16/6), nada Presiden Trump berubah drastis. Dalam pidato menjelang kepergiannya dari pertemuan G7 di Kanada, ia menyerukan evakuasi warga sipil dari Teheran, kota berpenduduk hampir 10 juta jiwa, dan kemudian mengadakan rapat darurat dengan para pejabat keamanan nasional di Gedung Putih.
Baca Juga: Ribuan Orang Mengungsi dari Teheran, Trump Pertimbangkan Ikut Israel Serang Iran
Trump juga mengklaim di platform Truth Social bahwa AS memiliki "kontrol penuh atas wilayah udara Iran", pernyataan yang mengindikasikan keterlibatan langsung militer AS.
Ia bahkan menyebut mengetahui lokasi Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dan menyebutnya sebagai "target yang mudah", meski menambahkan bahwa "kami tidak akan menghabisinya, setidaknya untuk saat ini."
Puncaknya, Trump menyerukan “PENYERAHAN TANPA SYARAT!” kepada Iran dalam unggahan lanjutan.
Penguatan Militer AS di Timur Tengah
Di tengah meningkatnya ancaman konflik, AS mulai memobilisasi kekuatan militernya. Sekitar dua lusin pesawat tanker udara KC-135R dan KC-46A terdeteksi dikerahkan ke wilayah Eropa, yang dapat digunakan untuk mendukung misi udara jarak jauh ke kawasan Timur Tengah.
Sementara itu, kapal induk USS Nimitz dilaporkan meninggalkan Laut China Selatan dan berlayar menuju Timur Tengah untuk bergabung dengan USS Carl Vinson yang telah lebih dahulu siaga di Laut Arab.
“Untuk melindungi personel AS, Menteri Pertahanan Pete Hegseth telah mengarahkan kelompok kapal induk Nimitz ke wilayah tanggung jawab CENTCOM,” kata seorang pejabat pertahanan AS.
Baca Juga: Jika AS Terlibat Langsung dalam Serangan Israel, Iran Janji Merespon dengan Keras
Skenario terburuk adalah serangan terhadap fasilitas nuklir bawah tanah Iran di Fordow. Senjata yang diyakini akan digunakan adalah bom penembus bunker GBU-57/B Massive Ordnance Penetrator, yang hanya bisa dijatuhkan oleh pembom siluman B-2 milik AS.
Pesawat ini dapat melakukan serangan dari pangkalan sejauh 6.000 mil, termasuk dari fasilitas militer AS di Pulau Diego Garcia.
Warga AS Diminta Segera Tinggalkan Kawasan
Departemen Luar Negeri AS mengumumkan pembentukan task force khusus untuk membantu evakuasi warga negara Amerika dari kawasan rawan. Jurubicara Departemen Luar Negeri, Tammy Bruce, menyatakan bahwa warga AS yang berada di Bahrain, Irak, dan Kuwait telah diberikan izin untuk meninggalkan lokasi karena risiko tinggi.
Saat ini diperkirakan ada sekitar 40.000 personel militer AS yang ditempatkan di Timur Tengah, termasuk di basis strategis seperti Qatar, Bahrain, dan Uni Emirat Arab.
Diplomasi Mandek, Perundingan Nuklir Terhenti
Ketegangan antara AS dan Iran diperparah dengan terhentinya perundingan nuklir pasca serangan besar-besaran Israel terhadap fasilitas militer dan nuklir Iran. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, secara resmi mengumumkan penangguhan perundingan, dan hingga kini tidak ada tanda-tanda pembicaraan baru.
Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty berupaya menjembatani komunikasi antara kedua belah pihak dengan menghubungi perwakilan Iran dan utusan khusus Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff. Namun, pembicaraan tersebut belum menghasilkan terobosan berarti.
Baca Juga: Ketegangan Iran-Israel Meningkat, Picu Kenaikan Harga BBM Pertamina?
Sikap Wapres JD Vance: Dukung Trump, Serukan Kehati-hatian
Wakil Presiden JD Vance, yang selama ini dikenal sebagai tokoh moderat dalam pemerintahan Trump, menyatakan dukungannya terhadap langkah presiden sambil tetap menyerukan kehati-hatian.
"Presiden mungkin merasa perlu mengambil tindakan lebih jauh untuk menghentikan pengayaan uranium Iran," ujar Vance di platform X. "Saya yakin presiden hanya akan menggunakan kekuatan militer demi kepentingan rakyat Amerika."
Vance menambahkan bahwa kepercayaan publik perlu diberikan kepada Trump dalam pengambilan keputusan sulit di masa kritis seperti saat ini.