Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Amerika Serikat (AS) kembali berada di ambang penghentian operasional pemerintah (government shutdown) setelah Senat gagal meloloskan rancangan perpanjangan pendanaan pada Selasa (30/9/2025).
Situasi semakin memanas usai Presiden Donald Trump mengancam akan memangkas lebih banyak program dan melakukan gelombang baru pemecatan pegawai federal.
Pemungutan suara di Senat berakhir dengan hasil 55 berbanding 45, tidak cukup untuk memperpanjang pendanaan setelah tenggat tengah malam.
Baca Juga: Shutdown Pemerintah AS: Apa Saja Yang Terdampak Jika Terjadi?
Kondisi ini praktis memastikan bahwa mulai Rabu (1/10), sebagian besar aktivitas pemerintah non-esensial harus dihentikan, mulai dari layanan penelitian, administrasi, hingga penerbitan laporan pengangguran bulanan.
Kemungkinan adanya solusi mendadak hampir mustahil, mengingat kebuntuan tajam antara Partai Republik dan Demokrat.
Meski Senat berencana menggelar pemungutan suara ulang terhadap rancangan versi DPR, peluang kompromi tetap tipis.
Tarik Menarik Anggaran
Partai Demokrat menuntut agar rancangan pendanaan mencakup subsidi tambahan untuk layanan kesehatan.
Sebaliknya, Partai Republik bersikeras isu tersebut dibahas secara terpisah.
Baca Juga: Meski Ada Risiko Shutdown, Wall Street Tetap Catat Rekor Kenaikan Bulanan (30/9)
Trump memperkeruh suasana dengan ancaman politik. Menjelang pemungutan suara, ia menegaskan siap membatalkan program-program favorit Demokrat dan memangkas pegawai federal.
“Kami akan memberhentikan banyak orang, dan mereka itu dari kubu Demokrat,” kata Trump.
Gelombang PHK itu akan memperparah eksodus birokrat, di mana lebih dari 150.000 pegawai sudah keluar melalui skema pensiun dini pekan ini—terbesar dalam 80 tahun.
Trump juga menahan pencairan miliaran dolar yang sudah disetujui Kongres, memicu kemarahan Demokrat yang kini meragukan alasan untuk menyetujui rancangan pendanaan baru.
Dampak Shutdown
Sejumlah lembaga telah menyiapkan skenario penghentian kerja. Layanan penelitian ilmiah, pinjaman usaha kecil, hingga pembersihan polusi akan ditangguhkan.
Namun, militer, penjaga perbatasan, dan aparat penegak hukum yang tergolong “esensial” tetap bekerja tanpa gaji sampai ada keputusan baru dari Kongres.
Baca Juga: Deadlock Anggaran, Pemerintah AS Hadapi Shutdown Perdana Sejak 2019
Shutdown terlama sebelumnya terjadi pada 2018–2019 selama 35 hari di bawah Trump akibat perdebatan imigrasi, yang menyebabkan kerugian ekonomi sekitar US$3 miliar.
Kali ini, pertaruhan anggaran mencapai US$1,7 triliun—seperempat dari total belanja pemerintah AS sebesar US$7 triliun.
Industri penerbangan sudah memperingatkan potensi keterlambatan penerbangan, sementara Departemen Tenaga Kerja menyebut tidak bisa merilis data pengangguran bulanan.
Adu Strategi Politik
Kebuntuan kali ini terutama dipicu oleh perdebatan perpanjangan subsidi Affordable Care Act (ACA) yang berakhir tahun ini.
Demokrat bersikeras subsidi permanen penting untuk menekan biaya kesehatan 24 juta warga, banyak di antaranya tinggal di negara bagian yang dikuasai Republik seperti Florida dan Texas.
“Rancangan ini sama sekali tidak menyelesaikan krisis kesehatan terbesar di Amerika,” ujar Pemimpin Demokrat di Senat, Chuck Schumer.
Baca Juga: Shutdown Pemerintah Ancam Lumpuhkan Penerbangan di AS
Sementara itu, Pemimpin Republik di Senat, John Thune, menuduh Demokrat “menyandera anggaran” demi agenda politik jelang pemilu paruh waktu 2026.
Ketidakpastian masih membayangi. Kongres sudah 15 kali menghentikan operasional pemerintah sejak 1981, sebagian besar hanya berlangsung singkat.
Namun, dengan ketegangan politik yang semakin tajam, shutdown kali ini berpotensi lebih panjang.