Sumber: Daily Sabah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Turki menargetkan masuk jajaran lima besar produsen logam tanah jarang (rare earth elements/REEs) dunia. Upaya ini didorong lewat kerja sama teknologi dan investasi internasional, yang dinilai akan berperan penting dalam mencapai ambisi tersebut, menurut sejumlah pakar di bidang energi dan pertambangan.
Melansir Daily Sabah, seiring lonjakan permintaan global terhadap logam tanah jarang — bahan penting untuk teknologi hijau dan industri canggih — Turki mempercepat produksi di Pabrik Percontohan Fluorit, Barit, dan Logam Tanah Jarang Beylikova, yang berlokasi di provinsi Eskisehir, Turki bagian tengah.
Hingga kini, pengeboran di Beylikova sudah mencapai 125.000 meter di 310 titik eksplorasi, dan ditemukan total sumber daya sebesar 694 juta ton yang mencakup cadangan logam tanah jarang, barit, dan fluorit.
Dari jumlah itu, sekitar 12,5 juta ton berupa oksida logam tanah jarang — mencakup 10 dari 17 unsur REE yang dikenal dunia. Dengan cadangan tersebut, Beylikova menjadi lokasi tambang REE terbesar kedua di dunia setelah Bayan Obo di Tiongkok.
Pabrik percontohan ini akan mulai memproduksi tujuh jenis logam tanah jarang dan mengolah oksidanya untuk pertama kalinya. Selain lanthanum, cerium, praseodymium, samarium, gadolinium, europium, dan neodymium, fasilitas ini juga akan menangani thorium, bahan baku potensial untuk energi nuklir.
Presiden Recep Tayyip Erdoğan menegaskan ambisi besar ini dalam rapat kabinet awal pekan ini.
Baca Juga: Trump Teken Pakta Logam Tanah Jarang, Sinyal Awal Konfrontasi Baru dengan China
“Ladang Beylikova mengandung sekitar 12,5 juta ton oksida logam tanah jarang, mencakup 10 dari 17 unsur REE yang diketahui. Kami menargetkan menjadi salah satu dari lima produsen terbesar dunia,” ujar Erdoğan.
“Kami telah memulai dengan mengoperasikan Fasilitas Produksi Percontohan Eti Maden yang mampu mengolah 1.200 ton bijih per tahun, dan terus mengembangkan teknologi pemurnian agar dapat naik kelas menjadi fasilitas industri penuh,” tambahnya.
Erdoğan juga mengakui bahwa negara-negara dengan teknologi REE masih enggan berbagi pengetahuan produksi. Namun, Turki akan menembus hambatan ini melalui kolaborasi internasional.
“Kami telah berdiskusi dengan lembaga-lembaga di negara yang punya keahlian teknologi untuk membangun kerja sama,” kata Erdoğan, sambil menegaskan bahwa “ladang Beylikova tidak akan diberikan ke negara lain.”
Baca Juga: Ekspor Magnet Tanah Jarang China Turun 6% pada September 2025
Potensi Pendapatan hingga US$ 220 Juta per Tahun
Pabrik Beylikova saat ini dirancang memproses 1.200 ton bijih per tahun, namun jika sudah naik skala industri, produksinya bisa mencapai 570.000 ton per tahun dengan potensi pendapatan sekitar US$ 220 juta.
Langkah ini memperkuat ambisi Turki untuk menjadi pemain utama di pasar global REE — sektor yang kini sangat strategis bagi industri teknologi, pertahanan, dan energi hijau.
Saat ini, Tiongkok masih mendominasi pasar, dengan 69% produksi global dan 85% kapasitas pengolahan dunia. Upaya negara Barat untuk mengurangi ketergantungan pada Beijing membuka peluang bagi negara baru seperti Turki untuk naik panggung global.
Turki Bisa Jadi Alternatif bagi Barat
Pendiri Turkish Critical Minerals Initiative, Sait Uysal, mengatakan Turki berpeluang besar memenuhi ambisinya lewat kemitraan yang saling menguntungkan.
“Dengan China membatasi transfer teknologi untuk menjaga dominasinya, Turki bisa menjadi alternatif bagi negara-negara Barat jika mampu menjalin kemitraan berbasis pertukaran teknologi,” kata Uysal.
“Kalau itu berhasil, Turki tak hanya jadi pemasok bahan mentah, tapi juga pusat produksi bernilai tambah,” tambahnya.
Namun, ia menekankan bahwa semua bergantung pada strategi dan pelaksanaan.
Uysal juga menyoroti bahwa transfer pengetahuan di sektor REE sangat terbatas.
“Teknologi terkait REE dilarang keras diekspor dari China. Bahkan lembaga riset tak bisa memberi konsultasi tanpa izin negara,” jelasnya.
Karena itu, kerja sama internasional menjadi krusial. Uysal menyarankan Turki menjajaki proyek bersama dengan Jepang, Korea Selatan, AS, atau negara Eropa yang kekurangan sumber daya tapi punya keunggulan teknologi.
Tonton: Tiongkok Batasi Ekspor Tanah Jarang, Trump Meradang dan Langsung Getok Tarif 100%!
Selain itu, ia menekankan pentingnya pembangunan SDM, mendorong mahasiswa pascasarjana dan doktor untuk meneliti REE di Australia, Malaysia, dan Amerika Serikat.
Ia juga mengusulkan agar pusat riset logam tanah jarang di Turki dijadikan pusat pengembangan talenta nasional hingga terbentuk basis keahlian dalam negeri yang kuat.
Menutup pernyataannya, Uysal menjelaskan rantai nilai dari bahan mentah hingga produk akhir:
“Pasar global bahan mentah REE nilainya sekitar US$ 7 miliar. Kalau digunakan untuk membuat magnet, nilainya melonjak jadi US$ 40 miliar; untuk motor listrik dan komponen lain jadi US$ 400 miliar; dan kalau sampai ke produk akhir seperti turbin angin atau mobil listrik, nilainya bisa mencapai US$ 4 triliun,” ungkapnya.
“Itulah strategi China: menguasai produk bernilai tinggi. Penambangan hanyalah tahap pertama — murah dan mudah dikelola,” paparnya lagi.