Sumber: Cointelegraph | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Seorang penasihat Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh pemerintahan Donald Trump memanfaatkan stablecoin dan emas sebagai strategi untuk menekan beban utang Amerika Serikat (AS) yang kini mencapai US$37 triliun.
Anton Kobyakov, penasihat senior Putin menyampaikan, tuduhan tersebut dalam konferensi pers di sela-sela Eastern Economic Forum di Vladivostok, Senin (8/9), seperti dilaporkan RussiaDirect.
Baca Juga: Lion Group All-in di Hyperliquid, HYPE Cetak Rekor Tertinggi Baru
“AS sedang berusaha menulis ulang aturan main pasar emas dan kripto. Ingat, utang mereka sudah menyentuh US$35 triliun. Kedua instrumen ini (emas dan kripto) pada dasarnya menjadi alternatif dari sistem mata uang global tradisional,” kata Kobyakov dilansir dari Cointelegraph Selasa (9/9/2025).
Menurutnya, langkah Washington mirip dengan strategi di era 1930-an dan 1970-an, yakni menyelesaikan persoalan finansial dengan membebankannya pada dunia. Kali ini, katanya, AS mendorong dunia masuk ke dalam “crypto cloud.”
Kobyakov menuding bahwa Washington berencana mengalihkan sebagian utangnya ke dalam bentuk stablecoin dolar untuk menurunkan nilainya dan memulai dari awal.
Namun, ia tidak menjelaskan secara detail bagaimana stablecoin dapat benar-benar menurunkan beban utang tersebut.
Salah satu wacana yang disebut sejalan dengan strategi ini adalah Bitcoin Act yang diusulkan Senator Cynthia Lummis. RUU itu mengusulkan pemerintah AS membeli 1 juta Bitcoin dalam lima tahun dan menyimpannya selama 20 tahun, kecuali jika digunakan untuk membayar utang federal.
Baca Juga: S&P Menegaskan Peringkat Utang AS di Level AA+
Utang AS Kian Membengkak
Data Departemen Keuangan AS mencatat, utang nasional per September 2025 mencapai US$37,43 triliun.
Angka ini melonjak lebih dari 10 kali lipat dibandingkan tahun 1981, ketika utang masih berkisar US$3,3 triliun–US$3,6 triliun.
Stablecoin untuk Kepentingan Geopolitik
Di sisi lain, pejabat AS menegaskan stablecoin lebih ditujukan untuk memastikan dolar tetap dominan dalam sistem keuangan global.
“Kami akan menggunakan stablecoin untuk tujuan itu,” ujar Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada Maret lalu.
Baca Juga: Utang Pemerintah AS yang Meningkat Timbulkan Risiko Posisi Pasar AS
Mantan Ketua DPR AS Paul Ryan juga menilai stablecoin dapat memperkuat permintaan atas instrumen utang pemerintah AS dan mengurangi risiko gagal lelang surat utang negara.
“Stablecoin berbasis dolar menciptakan permintaan utang publik AS sekaligus cara menjaga daya saing terhadap China,” katanya pada Juli 2024.
Sejak itu, AS melangkah lebih jauh dengan pengesahan Guiding and Establishing National Innovation for US Stablecoins Act (GENIUS Act) oleh Presiden Trump pada Juli lalu.
Rusia Siapkan Stablecoin Sendiri
Tak mau kalah, Rusia juga menyiapkan stablecoin berbasis rubel yang diberi nama A7A5 dan akan diluncurkan di jaringan Tron.
Media pemerintah Rusia melaporkan stablecoin ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada stablecoin dolar Tether (USDT), yang selama ini digunakan dalam perdagangan minyak dengan China dan India.
Baca Juga: China Siapkan Stablecoin Yuan, Bisakah Saingi Dominasi Dolar AS?
Meski Rusia melarang pembayaran menggunakan kripto sejak 2022, negara itu mulai melunak.
Mei lalu, otoritas keuangan Rusia memberi izin lembaga keuangan untuk menawarkan produk berbasis kripto bagi investor terakreditasi.