Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Presiden Xi Jinping mengatakan, transisi energi hijau adalah sebuah proses, tapi China tidak bisa begitu saja menarik rem pada batubara.
Dalam pidato kepada delegasi Kongres Rakyat Nasional dari wilayah penghasil batubara utama Mongolia Dalam, Xi bilang, China "kaya akan batubara, miskin minyak, dan kekurangan gas".
Jadi, "Tidak bisa berpisah dari kenyataan (kaya akan batubara, miskin minyak, dan kekurangan gas)," katanya, seperti dikutip Reuters.
Xi berjanji tahun lalu untuk "mengendalikan" penggunaan batubara selama 2021-2025 dan mulai mengurangi konsumsi pada 2026 sebagai bagian dari kontribusi China untuk memerangi pemanasan global.
China merupakan penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia.
Baca Juga: China Laporkan Lebih dari 1.000 Kasus Covid-19, Tertinggi Sejak Awal 2020
Namun, kekhawatiran keamanan energi yang meningkat telah mendorong produksi pertambangan batubara China ke rekor tertinggi dan pembangkit listrik tenaga batubara baru mulai dibangun.
Delegasi Kongres Rakyat Nasional pun mencoba menjembatani kesenjangan antara mengembangkan batubara dan membatasi emisi dengan menyerukan lebih banyak investasi dalam teknologi batubara yang bersih dan "pintar", termasuk penangkapan dan penyimpanan karbon.
Menurut risalah rapat tertutup yang dipublikasikan, mereka juga menyerukan langkah-langkah untuk melepaskan lebih banyak pasokan ke pasar dan mengembangkan lebih lanjut industri kimia batubara.
Mengubah batubara
Menurut Shu Yinbiao, delegasi dari Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China (CPPCC), juga butuh dukungan untuk mendorong inovasi teknologi yang bisa mengubah batubara menjadi sumber energi rendah karbon.
Selain itu, China perlu membangun mekanisme jangka panjang untuk memastikan perusahaan batubara dan listrik dapat tetap menguntungkan serta menjamin pasokan, surat kabar People's Daily melaporkan mengutip Shu.
Baca Juga: PM China: Situasi Ukraina Mengkhawatirkan, Penting untuk Dukung Gencatan Senjata
Jin Penghui, delegasi CPPCC lainnya, menyerukan, agar dana publik tersedia untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi emisi dari batubara.
Ancaman kekurangan energi terus menyita perhatian para pembuat kebijakan di China, setelah gelombang pemadaman listrik melanda beberapa pusat industri negara itu tahun lalu.
Apalagi, sistem energi bersih China masih belum cukup berkembang untuk menangani keadaan darurat, termasuk cuaca ekstrem, Muyi Yang, analis dari lembaga think-tank lingkungan Inggris, Ember, mengatakan.
Tujuan iklim jangka panjang China tetap tidak berubah, sementara pernyataan baru-baru ini menunjukkan batubara akan bergeser ke "peran pendukung" untuk menjaga keamanan energi, menurut Yang.
Meskipun Beijing masih berkomitmen untuk membawa emisi ke puncaknya sebelum 2030, komentar baru-baru ini dari para pemimpin China menunjukkan pengurangan itu dalam jangka pendek, Li Shuo, penasihat iklim senior Greenpeace mengungkapkan.
"Penekanan yang dihidupkan kembali pada keamanan energi muncul akhir tahun lalu, dan itu akan menjadi lebih kuat sekarang dengan krisis di Ukraina," ungkapnya kepada Reuters.