Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
Defisit pendidikan perempuan adalah salah satu faktor kunci yang menghambat partisipasi angkatan kerja perempuan dan upah mereka. Satu tahun tambahan pendidikan sekolah menengah untuk anak perempuan dapat meningkatkan penghasilan mereka di masa depan sebanyak 20%.
Hambatan yang menghalangi anak perempuan untuk menyelesaikan pendidikan 12 tahun dan kesempatan belajar yang terbatas membuat negara kehilangan produktivitas dan pendapatan seumur hidup sebesar US$ 30 triliun.
“Tren yang mengkhawatirkan adalah pembukaan kembali sekolah, bukan berarti otomatis semua anak akan kembali ke sekolah. Pandemi memiliki dampak ekonomi yang tinggi bagi wilayah tersebut. Jika anak perempuan tidak memiliki akses ke kesempatan belajar, sangat mungkin keluarga dan masyarakat akan kurang mampu beradaptasi dengan guncangan ekonomi,” jelas Francisco Benavides, penasihat pendidikan regional di UNICEF Asia Timur dan Pasifik.
Baca Juga: Melihat kehidupan keturunan Jawa dan Muslim di Suriname
Mendidik anak perempuan juga terbukti mengarah pada kesetaraan gender yang lebih besar. Misalnya, di Thailand, wanita memegang 32% peran manajemen senior, dibandingkan dengan rata-rata 27% secara global, menurut data Grant Thornton yang diterbitkan pada tahun 2020.
Mereka membentuk 24% kepala eksekutif dan 43% kepala keuangan. Meskipun Thailand adalah pencilan, ini menunjukkan apa yang bisa dicapai ketika perempuan dididik.
Lanjut Benavides, meskipun negara-negara lain di kawasan ini juga telah membuat kemajuan dalam pendidikan anak perempuan dalam beberapa dekade terakhir, virus tersebut membuat kawasan itu "akan mundur beberapa tahun.
“Kami akan kehilangan kemajuan. Efek spillover akan sangat besar karena mungkin juga berdampak pada generasi setelah ini. Perlu waktu bertahun-tahun bagi kami untuk kembali ke tempat kami sebelumnya. Ini tidak akan membantu ekonomi Asia,” pungkas Benavides.