Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Permintaan emas bakal naik ke puncak baru?
Sejak akhir 2024, Beijing telah meluncurkan serangkaian langkah dukungan ekonomi, mulai dari pemotongan suku bunga hingga suntikan likuiditas yang ditargetkan, yang memacu rebound pada saham-saham Tiongkok.
Livemint.com melaporkan, Indeks CSI 300 naik lebih dari 26% antara September 2024 dan Maret 2025, menarik investor domestik dan asing yang melihat ekuitas Tiongkok dinilai rendah dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di India atau AS.
Optimisme tersebut semakin diperkuat oleh kebangkitan teknologi lokal seperti perusahaan rintisan AI DeepSeek, yang dianggap sebagai pesaing kuat ChatGPT. Hal ini membantu memulihkan kepercayaan pada pasar yang telah lama berkinerja buruk.
Namun, sentimen tersebut terpukul ketika Presiden AS Donald Trump kembali ke buku pedoman tarif, dengan mengenakan bea masuk yang tinggi pada impor Tiongkok.
Dengan kedua negara kini terkunci dalam babak baru aksi dagang balasan, saham Tiongkok mulai merosot lagi, menghidupkan kembali kekhawatiran tentang stabilitas ekonomi dan permintaan global.
Tonton: Emas Naik Daun, Investor Harus Ingat Aturan Klasik Warren Buffett
Menurut analis, ketegangan baru ini mendorong investor dan konsumen kembali ke emas—aset yang secara historis telah menjadi tempat berlindung selama ketidakpastian geopolitik dan pasar.
Investor Tiongkok telah menunjukkan preferensi yang meningkat terhadap emas dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah pandemi COVID-19.
Karena sektor real estat negara itu—tulang punggung kekayaan rumah tangga—berjuang untuk pulih, banyak yang beralih ke emas batangan, koin, dan ETF sebagai penyimpan nilai.
Dengan kembalinya volatilitas pasar dan meningkatnya risiko ekonomi, analis percaya bahwa harga emas dapat menguat sekali lagi jika ketegangan perdagangan AS-Tiongkok semakin meningkat.