Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - MAROKO. Meningkatnya utang di kalangan negara Asia mulai menjadi perhatian Bank Dunia. Kepala Ekonom Bank Dunia, Indermit Gill, mengingatkan bahwa situasi itu bisa menghambat pertumbuhan kawasan secara keseluruhan.
Dalam wawancara dengan Reuters hari Senin (9/10), Gill mengatakan pihaknya terus memantau lambatnya restrukturisasi utang di bawah Kerangka Umum G20 demi merestrukturisasi utang negara-negara termiskin.
Di saat yang sama, dirinya juga mengkhawatirkan tingginya tingkat utang di Asia. Peningkatan pinjaman pemerintah dari pasar domestik akan membatasi tingkat kredit yang tersedia bagi perusahaan swasta, sehingga mengakibatkan melemahnya investasi.
"Kita punya masalah yang berkelanjutan di saat yang sama, terlalu banyak utang dan terlalu sedikit investasi. Saat ini banyak konsumsi pemerintah dan swasta didanai oleh utang. Tidak cukup banyak investasi yang didanai kredit, itu tidak baik," kata Gill.
Baca Juga: Perang Hamas-Israel Menambah Risiko Ekonomi Global
Melihat fakta itu, Gill mengingatkan pada negara-negara Asia bahwa tingkat pertumbuhan akan jauh lebih rendah dari perkiraan Bank Dunia. Tanpa menyebutkan angka, Gill menegaskan pertumbuhan ekonomi telah merosot.
"Hasilnya bisa jadi adalah pertumbuhan yang jauh lebih rendah dari perkiraan kami (Bank Dunia). Ini bukan situasi kesulitan utang, tapi hanya pertumbuhan yang merosot. Tapi ini masalah yang sama seriusnya," imbuh Gill.
Sayangnya, Gill enggan memberikan contoh spesifik mengenai negara atau regional mana yang mengalami masalah utang tersebut. Namun berdasarkan laporan terbaru Bank Dunia, utang rata-rata pemerintah mencapai sekitar 85% dari PDB di kawasan Asia Selatan.
Angka itu lebih tinggi dibandingkan negara-negara emerging market dan kawasan ekonomi berkembang lainnya.
Baca Juga: Market AS Respon Konflik Hamas-Israel: Emas, Minyak dan Dollar AS Menguat
"Jika Anda melihat angka utang di Asia Timur, semuanya naik. Yang relatif rendah adalah China, tapi kita tahu bahwa di China yang menjadi masalah bukanlah utang pemerintah pusat, melainkan utang daerah, korporasi, dan rumah tangga," kata Gill.
Berdasarkan penilaian Bank Dunia, utang meningkat di Asia karena meningkatnya belanja pemerintah, rendahnya pendapatan dalam negeri, dan meningkatnya biaya pembayaran utang.
Laporan itu juga menemukan bahwa beberapa faktor seperti kerugian pada bank besar milik negara dapat mendorong biaya pinjaman ke tingkat yang tidak berkelanjutan.