Sumber: Finbold News | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tiga bulan pertama masa jabatan kedua Presiden Donald Trump telah mengguncang stabilitas ekonomi Amerika Serikat.
Dari pasar saham yang bergejolak hingga prediksi suram dari para tokoh keuangan, situasi saat ini menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan investor, pelaku bisnis, dan masyarakat umum.
Volatilitas Pasar dan Ancaman Resesi
Pasar saham AS mengalami penurunan signifikan sejak awal 2025, dengan fluktuasi tajam yang mengindikasikan ketidakpastian mendalam.
Kinerja pasar yang negatif ini mendorong spekulasi luas bahwa AS kemungkinan besar telah memasuki masa resesi—atau setidaknya, berada di ambang pintu menuju krisis ekonomi.
Baca Juga: Perang Tarif Melunak? China Cabut Tarif 125% untuk Impor Etana dari AS
Wall Street Journal melaporkan lonjakan pertemuan tertutup antar pemimpin bisnis dan pejabat pemerintah, yang menghasilkan kesimpulan-kesimpulan mencemaskan.
Dalam salah satu diskusi internal yang digelar JPMorgan, CEO Jamie Dimon menyampaikan peringatan keras: “Resesi ringan adalah skenario terbaik yang bisa diharapkan oleh ekonomi AS.”
Pandangan Jamie Dimon: Harapan Terbaik Adalah Resesi Ringan
Jamie Dimon, tokoh perbankan paling berpengaruh di Amerika Serikat, menyampaikan pandangannya di hadapan sekitar 500 investor dalam sebuah forum internal JPMorgan pada akhir April.
Dalam pernyataannya, ia mengindikasikan bahwa tekanan dari perang dagang yang sedang berlangsung kemungkinan akan menyeret perekonomian Amerika ke jurang resesi.
Pernyataan tersebut mencerminkan tingkat kekhawatiran yang luar biasa bahkan di kalangan elit keuangan. Dimon sebelumnya bahkan menyatakan bahwa ia akan "menyambut" resesi ringan selama mampu menghindari kehancuran ekonomi yang lebih dalam.
Baca Juga: Terdesak Perang Dagang, Apple Pindahkan Produksi iPhone untuk Pasar AS ke India
Prediksi Lebih Kelam dari Para Ahli Ekonomi
Pandangan Dimon yang relatif "optimistis" justru terdengar menenangkan dibanding peringatan dari ekonom lain, seperti Harry Dent.
Dalam wawancaranya awal April, Dent memperkirakan bahwa pasar saham akan runtuh hingga 50% pada musim panas ini, dan secara total bisa kehilangan hingga 80% dari nilai puncaknya sebelum pulih kembali.
Dent menyebutkan kombinasi antara gelembung utang, kebijakan fiskal agresif, dan konflik perdagangan global sebagai penyebab utama keruntuhan yang akan datang.