Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Hubungan kemitraan antara China dan Rusia disebut semakin kuat, meskipun keduanya terus menghadapi sanksi dari negara-negara Barat. Hal ini disampaikan Duta Besar Rusia untuk China, Igor Morgulov, pada Selasa.
Melansir South China Morning Post, menurut Morgulov, sanksi Barat justru tidak melemahkan hubungan Beijing–Moskow. Sebaliknya, tekanan tersebut mendorong kedua negara memperkuat komunikasi dan membangun tingkat kepercayaan yang lebih tinggi.
Berbicara dalam sebuah forum di Renmin University of China, Beijing, Morgulov mengatakan pendalaman kemitraan China–Rusia merupakan respons atas upaya pihak luar yang dinilai berusaha membatasi perkembangan teknologi kedua negara serta merusak prinsip persaingan yang adil.
Ia menilai kerja sama China dan Rusia terus berkembang di tengah situasi global yang “sangat kompleks”. Kedua negara, kata dia, telah membuka jalur komunikasi yang efektif, bekerja sama menjaga stabilitas rantai produksi dan logistik global, serta membangun mekanisme penyelesaian transaksi bilateral yang andal.
“Hampir seluruh perdagangan bilateral kini dilakukan menggunakan mata uang lokal,” ujar Morgulov.
Ia menambahkan, perekonomian China dan Rusia saling melengkapi dan memiliki ruang kerja sama yang luas serta multidimensi.
Baca Juga: Harga Minyak Turun, Investor Menimbang Data Ekonomi AS dan Ketegangan Geopolitik
China sendiri kerap mendapat tekanan, terutama dari negara-negara Barat, karena tidak secara terbuka mengecam invasi Rusia ke Ukraina. Beijing juga dituduh memasok komponen drone dan teknologi “dual-use” kepada Rusia.
Namun, China berulang kali membantah tuduhan tersebut, meski tudingan itu telah berujung pada sanksi terhadap sejumlah entitas dan individu asal China.
Morgulov mengatakan hubungan China–Rusia kini berada pada “tingkat tertinggi dalam sejarah” dari sisi kedalaman dan kepercayaan bersama. Ia meyakini hubungan kedua negara akan terus berkembang secara stabil dan dinamis.
Ia juga menyoroti peran penting diplomasi tingkat kepala negara antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin, serta rangkaian peringatan berakhirnya Perang Dunia II, yang ikut memperkuat hubungan bilateral.
Sebagai sesama sekutu di masa perang, Morgulov menyebut Beijing dan Moskow memiliki pandangan sejarah yang sejalan terkait Perang Dunia II dan sama-sama menentang upaya distorsi sejarah, pelemahan pihak pemenang perang, maupun glorifikasi Nazisme.
Baca Juga: Nvidia Dikabarkan Akan Mengakuisisi Groq Senilai US$ 20 Miliar, Perkuat Chip AI
Terkait isu keamanan kawasan, Morgulov mengatakan Rusia telah berulang kali mendesak Jepang untuk menghentikan apa yang disebutnya sebagai langkah remiliterisasi, serta kembali pada prinsip-prinsip pasifisme dalam konstitusinya.
Pernyataan itu muncul di tengah ketegangan diplomatik antara China dan Jepang, setelah Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menyatakan bahwa serangan terhadap Taiwan dapat menjadi ancaman eksistensial bagi Jepang, yang berpotensi membuka jalan bagi intervensi militer Tokyo.
China memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan tidak pernah menanggalkan opsi penggunaan kekuatan untuk menyatukan pulau tersebut dengan daratan utama. Jepang, seperti kebanyakan negara lain, tidak mengakui Taiwan sebagai negara merdeka, namun menentang upaya penyatuan dengan kekerasan.
Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyatakan bahwa Beijing dan Moskow telah mencapai tingkat konsensus strategis yang tinggi terkait isu Jepang, dalam pertemuannya dengan pejabat keamanan tertinggi Rusia, Sergei Shoigu, di Moskow.
Wang juga mencatat bahwa tahun depan akan menandai 30 tahun kemitraan strategis China–Rusia, sekaligus 25 tahun penandatanganan Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama Bertetangga Baik.
Ia menyerukan agar kedua negara terus memperkuat kepercayaan strategis, memperdalam kerja sama, serta bersama-sama merespons tantangan global demi menjaga keadilan dan stabilitas dunia.
Tonton: Bea Keluar Emas Berlaku Mulai Tahun Depan, Begini Efeknya Terhadap Dominasi Antam
Kesimpulan
China dan Rusia menegaskan bahwa kemitraan strategis kedua negara justru semakin menguat di tengah tekanan dan sanksi Barat. Dengan meningka
tnya kepercayaan, penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan, serta koordinasi politik dan keamanan yang kian erat, Beijing dan Moskow memposisikan diri sebagai mitra jangka panjang dalam menghadapi tantangan global. Hubungan ini juga mencerminkan pergeseran geopolitik, di mana kedua negara berupaya mengurangi ketergantungan pada sistem Barat dan membangun poros kerja sama alternatif.













