Sumber: Telegraph | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Menurut badan pengawas nuklir PBB, perisai raksasa yang menutup lokasi bencana nuklir terburuk di dunia, Chernobyl, kini tak lagi mampu menahan keluarnya radiasi setelah terkena serangan drone Rusia awal tahun ini.
Melansir The Telegraph, tim inspeksi menemukan bahwa kubah pelindung itu telah kehilangan fungsi keamanan utamanya, termasuk kemampuan untuk menahan radiasi.
Pada Februari, Ukraina menuduh Rusia menyerang kawasan tersebut. Lokasi itu berada sekitar 130 km di utara Kyiv. Cuplikan video menunjukkan drone bunuh diri bergaya Shahed menghantam atap pelindung, menyebabkan kerusakan parah dan menimbulkan kebakaran.
Moskow membantah tuduhan itu. Ukraina, yang masih menguasai lokasi, menyebutkan bahwa level radiasi tidak meningkat setelah insiden tersebut.
Namun setelah pemeriksaan terbaru, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menegaskan bahwa perbaikan “wajib dilakukan” untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada struktur pelindung tersebut.
Menurut para inspektur, kini ada risiko debu radioaktif bisa bocor keluar. Meski sampai sekarang belum ada peningkatan aktivitas radiasi, mereka khawatir struktur itu semakin rapuh.
Baca Juga: Kapal Induk China Lakukan Operasi Udara Intensif di Dekat Perairan Okinawa
Pelindung baja seberat 25.000 ton, yang dikenal sebagai New Safe Confinement (NSC), menutupi sisa-sisa reaktor nomor empat yang meledak pada 1986. Kubah ini dipasang tahun 2016 setelah proyek konstruksi besar-besaran untuk menahan sisa radiasi agar tidak lepas ke udara.
Dalam pernyataan resmi, IAEA mengatakan bahwa meski fungsi utamanya hilang, tidak ditemukan kerusakan permanen pada struktur penopang atau sistem pemantau.
Struktur itu menutupi reaktor serta “sarkofagus” yang dibangun secara tergesa-gesa oleh otoritas Soviet pasca-bencana. Ini merupakan salah satu struktur bergerak terbesar yang pernah dibuat manusia, menelan biaya £1,25 miliar dan beratnya dua kali lipat Menara Eiffel.
Direktur Jenderal IAEA, Rafael Grossi, menyebut beberapa perbaikan sementara memang sudah dilakukan, namun pemulihan menyeluruh tetap sangat penting demi menjaga keamanan jangka panjang.
Perbaikan baru bisa dimulai tahun 2026, dan restorasi total akan dilakukan setelah perang berakhir.
Baca Juga: Radar Dikunci Jet China, Jepang Kecam Manuver Berbahaya di Dekat Okinawa
Inspeksi ini merupakan bagian dari kunjungan langka ke Ukraina untuk mengecek kondisi gardu listrik yang menyuplai tiga PLTN yang masih beroperasi.
Invasi Rusia selama ini memunculkan kekhawatiran besar soal keamanan situs nuklir Ukraina, terutama PLTN Zaporizhzhia yang kini diduduki Rusia, PLTN terbesar di Eropa dan salah satu dari 10 terbesar di dunia. Serangan-serangan di sekitar fasilitas itu terus terjadi, dan Kyiv menuding Moskow bermain-main dengan risiko bencana.
Pada September, Zaporizhzhia sempat bergantung pada generator diesel selama sebulan setelah terputus dari jaringan listrik utama Ukraina. Ada kekhawatiran Rusia sengaja menciptakan krisis untuk memperkuat kendali mereka.
Keith Kellogg, utusan Ukraina dari pemerintahan Donald Trump, mengatakan bahwa nasib Zaporizhzhia menjadi salah satu titik tarik ulur terbesar dalam negosiasi damai, selain masa depan wilayah Donbas di timur.
Ia menyatakan cukup optimistis: “Kalau dua isu itu bisa diselesaikan, saya rasa sisanya akan mengikuti dan menemukan titik terang.”
Tonton: Ironi Sawit di Sumatra: Kebanggaan Prabowo vs Bencana Lingkungan
Kesimpulan
1. Serangan drone Rusia merusak kubah pelindung Chernobyl sehingga fungsi utamanya untuk menahan radiasi melemah.
2.Saat ini belum ada kenaikan radiasi, tetapi risiko kebocoran debu radioaktif meningkat. Struktur semakin rentan.
3.Perbaikan besar hanya bisa dilakukan di 2026 dan pemulihan total menunggu perang berakhir.
4. Insiden ini menegaskan kembali rapuhnya infrastruktur nuklir Ukraina di tengah konflik, terutama dengan risiko lebih besar dari PLTN Zaporizhzhia.













