Sumber: Finbold News | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom makro ternama Henrik Zeberg memperingatkan bahwa dunia saat ini berada di ambang krisis ekonomi besar yang berpotensi jauh lebih buruk dibandingkan krisis keuangan global tahun 2008.
Menurut Zeberg, kombinasi dari puluhan tahun kebijakan moneter longgar, utang yang membengkak, dan inflasi yang terus meningkat telah menciptakan kondisi rapuh yang siap mengguncang perekonomian global.
“Dunia telah mencapai puncak fase lapangan kerja, dan setelah ini, kehilangan pekerjaan akan meningkat seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi,” kata Zeberg dalam wawancara dengan Michael Farris yang dipublikasikan pada 8 Oktober 2025.
Prediksi Era Stagflasi: Harga Naik, Pendapatan Turun
Zeberg memperkirakan dunia akan memasuki periode stagflasi — kondisi di mana harga-harga kebutuhan pokok naik, sementara pengangguran meningkat dan pendapatan rumah tangga menurun.
Baca Juga: Harga Emas Dunia Tembus Rekor! Investor Panik Buru Safe Haven di Tengah Krisis Global
Menurutnya, krisis yang akan datang adalah akibat dari 17 tahun pelonggaran moneter agresif sejak 2008. Kebijakan tersebut, katanya, menciptakan “rasa seolah-olah kaya” melalui pencetakan uang besar-besaran yang kini mulai berbalik arah.
“Sayangnya, Anda akan melihat banyak orang kehilangan pekerjaan. Krisis kali ini akan lebih besar daripada 2008 karena saat itu mereka masih bisa keluar dengan mencetak uang. Sekarang, utang di AS dan di seluruh dunia jauh lebih besar,” ujar Zeberg.
Pasar Perumahan Jadi Sinyal Awal Keretakan
Zeberg, yang dikenal sering memperingatkan potensi “blow-off top” atau puncak gelembung ekonomi, menyoroti pasar perumahan AS sebagai tanda awal keretakan ekonomi.
Harga rumah di AS kini sekitar 20% lebih tinggi dibanding lima tahun lalu, sementara pertumbuhan upah stagnan. Akibatnya, daya beli rumah (home affordability) anjlok tajam.
Penjualan rumah yang sudah ada (existing home sales) juga merosot ke tingkat terendah dalam beberapa dekade.
Baca Juga: Krisis Politik Membayangi Macron, Kesendirian di Tepi Sungai Seine Jadi Sorotan
Zeberg memperingatkan, jika tingkat pengangguran meningkat sesuai prediksi, banyak pemilik rumah bisa terpaksa menjual atau disita, yang berpotensi memicu kontraksi lebih dalam di sektor perumahan dan kredit.
Dolar Kuat Tekan Negara Berkembang
Selain itu, Zeberg menilai penguatan dolar AS akan memperburuk kondisi keuangan global. Negara-negara berkembang yang memiliki utang dalam denominasi dolar akan menghadapi tekanan likuiditas dan pembiayaan yang lebih berat.
“Dolar yang semakin kuat berarti kondisi keuangan global akan semakin ketat, dan ini menjadi beban besar bagi pasar negara berkembang,” jelasnya.
Krisis Berskala Global
Zeberg menegaskan bahwa krisis kali ini tidak akan terbatas pada negara maju saja. Dampaknya akan bersifat global, menghantam negara maju maupun berkembang secara bersamaan.
Ia memperingatkan bahwa “ledakan buatan” akibat kebijakan moneter longgar selama hampir dua dekade kini mulai meledak balik, dan rumah tangga biasa akan menjadi pihak yang paling terdampak.