kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.250.000   11.000   0,49%
  • USD/IDR 16.640   37,00   0,22%
  • IDX 8.140   21,59   0,27%
  • KOMPAS100 1.116   -2,74   -0,25%
  • LQ45 782   -2,78   -0,35%
  • ISSI 287   0,98   0,34%
  • IDX30 411   -1,53   -0,37%
  • IDXHIDIV20 463   -3,28   -0,70%
  • IDX80 123   0,03   0,02%
  • IDXV30 133   -0,26   -0,19%
  • IDXQ30 129   -0,89   -0,69%

Krisis Politik Membayangi Macron, Kesendirian di Tepi Sungai Seine Jadi Sorotan


Selasa, 07 Oktober 2025 / 05:37 WIB
Krisis Politik Membayangi Macron, Kesendirian di Tepi Sungai Seine Jadi Sorotan
Presiden Prancis Emmanuel Macron di Cesson-Sevigne, dekat Rennes, Prancis, 20 Januari 2025. REUTERS/Stephane Mahe/


Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - PARIS. Presiden Prancis Emmanuel Macron terekam berjalan seorang diri di tepi Sungai Seine pada pagi musim gugur yang dingin, hanya beberapa jam setelah Perdana Menteri terbarunya dipaksa mundur karena gagal membentuk kabinet yang bertahan lebih dari satu hari.

Dengan mengenakan mantel hitam, Macron berjalan melewati gerbang besi menuju tepian batu sungai. Para pengawalnya menjaga jarak di depan dan belakang. 

Adegan tersebut, yang terekam kamera dari kejauhan dan ditayangkan televisi Prancis, mengingatkan publik pada momen Charles de Gaulle yang mencari ketenangan di Irlandia setelah mengundurkan diri pada akhir 1960-an, simbol seorang pemimpin yang memasuki penghujung era politiknya.

Masa jabatan Macron sejatinya masih berlangsung hingga 2027. Namun, pengunduran diri Sebastien Lecornu, perdana menteri kelima dalam dua tahun terakhir, menimbulkan keraguan apakah Macron mampu menuntaskan periode terakhirnya. 

Baca Juga: Pemerintahan Prancis Kolaps dalam 14 Jam, Krisis Politik Kian Dalam

Meski demikian, Macron berusaha menghindari nasib itu dengan memberi Lecornu waktu dua hari untuk melakukan perundingan terakhir bersama oposisi guna mencari jalan keluar dari kebuntuan politik.

Langkah itu menegaskan ketidaksukaan Macron terhadap dua opsi lain yang tersedia: menggelar pemilu legislatif baru yang bisa membuka jalan bagi kemenangan sayap kanan, atau mengundurkan diri, opsi yang sejauh ini ia tolak.

Di dalam negeri, Macron semakin terisolasi. Popularitasnya merosot, sementara mantan sekutu politik memilih menjaga jarak demi memperbesar peluang mereka dalam pemilihan presiden 2027. 

Survei Elabe untuk BFMTV menunjukkan hampir setengah warga Prancis menyalahkan Macron atas krisis politik saat ini, dan 51% responden percaya pengunduran dirinya bisa memecah kebuntuan.

Baca Juga: Warga Akhirnya Bisa Berenang di Sungai Seine Paris Setelah 100 Tahun Ditutup

"Macron kini terisolasi, tanpa arah dan tanpa dukungan. Ia harus mengambil keputusan: mundur atau membubarkan parlemen," tulis anggota parlemen Partai Nasional Rally dari kubu sayap kanan, Philippe Ballard, di platform X.

Krisis politik ini berawal dari keputusan Macron pada 2024 yang gagal, yakni membubarkan parlemen dan menggelar pemilu kilat. Hasilnya, Prancis memiliki parlemen yang terpecah ke dalam tiga blok ideologi yang berlawanan. Sejak saat itu, Macron hanya bisa mengandalkan kabinet minoritas.

Dengan tekad mempertahankan warisan ekonominya berupa pemotongan pajak dan reformasi pensiun, Macron menunjuk perdana menteri dari aliansi konservatif dan sentris. 


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×