kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekspor China Tumbuh Melebihi Ekspektasi di Tengah Perang Rusia-Ukraina


Selasa, 08 Maret 2022 / 14:38 WIB
Ekspor China Tumbuh Melebihi Ekspektasi di Tengah Perang Rusia-Ukraina
ILUSTRASI. Kontainer disusun menunggu untuk dikirim oleh kapal kargo di sebuah pelabuhan di kota Wuhan, ibukota provinsi Hubei, China, Kamis (30/4/2020). China Images via Reuters


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Di tengah perang antara Rusia dan Ukraina, China masih mampu mencatatkan pertumbuhan ekspor cukup baik. Ekspor Negeri Panda ini tumbuh 16,3% sepanjang periode Januari- Februari 2022. Meskipun melambat pertumbuhan pada bulan Desember 2021, namun kinerja ekspor China masih melampaui  ekspektasi analis. 

Pada Desember 2021, China mencatatkan pertumbuhan ekspor 20,9%. Sedangkan para ekonom yang disurvei Bloomberg rata-rata memprediksi ekspor China di dua bulan pertama hanya tumbuh 14%. 

Ekspor China masih tumbuh moderat di tengah ketegangan geopolitik antara Rusia-Ukraina menunjukkan bahwa permintaan global masih stabil. 

Aktivitas ekonomi China biasanya bergejolak dalam dua bulan pertama setiap tahunnya karena faktor liburan Imlek selama seminggu. Wabah Covid di beberapa wilayah negara ini  juga membuat bisnis berhenti sementara  walaupun dampaknya masih bisa dikelola menurut Kementerian Perdagangan.

Baca Juga: Bantuan Bank Dunia ke Ukraina Segera Cair, Ini Daftar Negara yang Ikut Menyumbang

"Perdagangan luar negeri China melihat awal yang stabil, meskipun lingkungan eksternal untuk pengembangan perdagangan luar negeri saat ini lebih kompleks dan tidak pasti," kata Li Kuiwen, juru bicara Administrasi Umum Kepabeanan China dikutip Bloomberg, Selasa (8/3).

Impor China tercatat tumbuh 15,5% sepanjang dua bulan pertama ini atau di bawah proyeksi ekonom sebesar 17%. Alhasil, China mencatatkan surplus perdagangan US$ 116 miliar hingga akhir Februari 2022. 

Sementara ekspor baja China turun 19% menjadi 8,23 juta metrik ton pada Januari-Februari 2022 dari periode yang sama tahun lalu. Nilai pengirimannya melonjak 34,4%.

Impor minyak mentah turun 4,9% dalam volume, pembelian gas alam turun 3,8% dan impor kedelai meningkat 4,1%, dengan nilai semua komoditas yang dibeli melonjak pada tingkat dua digit.

Zhou Hao, Ekonom Senior Pasar Negara Berkembang di Commerzbank AG mengatakan, seharusnya angka perdagangan jauh lebih lemah secara riil mengingat lonjakan harga untuk ekspor maupun impor. 

Baca Juga: Google Mendeteksi Aktivitas Hacker Rusia, Belarusia, dan China di Ukraina

“Sehingga pertumbuhan ekspor akan melemah mulai dari kuartal kedua karena basis yang tinggi, dan pertumbuhan impor agak tidak pasti karena perang Ukraina dapat menyebabkan gangguan rantai pasokan,” kata Hao.

Ketegangan Rusia-Ukraina dan lonjakan harga minyak telah mengalihkan fokus ke pasokan energi. Pada pengarahan terpisah oleh Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional pada Senin, Wakil Ketua Lian Weiliang mengatakan sumber minyak mentah China, gas alam terdiversifikasi dan kontrak jangka panjang berkontribusi sangat besar. 

Ekspor mobil tumbuh paling cepat pada periode Januari-Februari. Nilanya melonjak 103,6% dari tahun lalu. Produk logam tanah jarang dan aluminium juga berkembang pesat.

Rekor perdagangan tahun lalu membantu menopang pertumbuhan pesat China, meskipun momentum ekonomi melemah di penghujung tahun di tengah penurunan di pasar properti.

Pemerintah menetapkan target pertumbuhan sekitar 5,5% untuk tahun ini, terendah dalam lebih dari tiga dekade, namun di atas perkiraan ekonom, menunjukkan perlunya lebih banyak stimulus kebijakan, seperti penurunan suku bunga dan pelonggaran lebih lanjut dari cengkeraman pasar properti.

Gambar di depan tidak terlihat begitu jinak. Basis tahun sebelumnya yang lebih tinggi akan memangkas pertumbuhan ekspor. Kemajuan dalam perang global melawan Covid-19 dapat menyebabkan pergeseran permintaan ke layanan dari barang - hingga merugikan permintaan ekspor China. 

"Terlebih lagi, perang Rusia-Ukraina dapat menambah hambatan arus perdagangan, dengan meroketnya biaya komoditas yang meredam permintaan global dan rantai pasokan global yang semakin memburuk," kata ekonom Bloomberg dalam risetnya.




TERBARU

[X]
×