Sumber: BBC | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengakuan Inggris dan Prancis terhadap negara Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi momen bersejarah dalam konflik Israel-Palestina yang sudah berlangsung lebih dari satu abad.
Namun, langkah ini juga dipandang sebagai perjudian diplomatik yang menandai perbedaan tajam antara Eropa dan Amerika Serikat.
Langkah tersebut dilakukan di tengah krisis berkepanjangan di Gaza.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan bahwa “hak harus mengalahkan kekuasaan,” sembari menekankan pentingnya menjaga solusi dua negara sebagai jalan menuju masa depan yang adil bagi Israel dan Palestina.
Baca Juga: Netanyahu: Negara Palestina Merdeka Akan Jadi Landasan untuk Hancurkan Israel
Pengakuan ini dikoordinasikan dengan Inggris serta mendapat dukungan Arab Saudi dan Liga Arab.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengingatkan, tanpa solusi dua negara, yang tersisa hanyalah dominasi Israel dan penindasan terhadap rakyat Palestina.
Ia menegaskan tidak ada alasan yang bisa membenarkan hukuman kolektif, kelaparan, maupun bentuk pembersihan etnis.
Israel merespons keras. Pemerintah Israel menilai pengakuan Eropa sebagai hadiah bagi Hamas setelah serangan 7 Oktober 2023.
Sejumlah menteri Israel bahkan mendorong aneksasi sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki, yang akan mematikan kemungkinan lahirnya negara Palestina.
Baca Juga: Prancis Akui Negara Palestina, Macron Akan Umumkan di PBB pada September 2025
Koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang didukung kelompok sayap kanan, konsisten menolak konsep dua negara.
Sementara itu, pemerintahan Presiden AS Donald Trump menentang langkah Eropa. Washington tetap mendukung Israel, melarang Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas hadir di konferensi PBB di New York, sehingga ia hanya bisa berpidato lewat video.
Situasi ini memperlihatkan perpecahan terdalam antara AS dan Eropa dalam menangani konflik Timur Tengah.
Eropa berargumen bahwa strategi Israel gagal karena justru memperparah penderitaan warga sipil dan membahayakan sandera yang masih ditahan Hamas.
Baca Juga: Sejumlah Negara Siap Akui Negara Palestina, Israel dan AS Boikot KTT
Mereka mendorong jalur diplomasi, termasuk seruan agar Hamas melucuti senjata dan menyerahkannya kepada Otoritas Palestina. Macron juga memandang proses ini membuka peluang normalisasi hubungan Israel-Saudi, yang lama diincar Netanyahu dan Trump.
Meski demikian, pengakuan Palestina oleh Eropa dipandang belum cukup membawa dampak nyata. Tanpa dukungan Amerika Serikat, peluang terwujudnya negara Palestina tetap lemah.
“Superpower” masa kini masih berada di Washington, dan sejauh ini Trump menolak pendekatan Eropa.
Baca Juga: Empat Negara Barat Akui Negara Palestina, Israel Murka
Palestina menyambut baik pengakuan Eropa, namun mereka menyadari keputusan itu tidak lagi menentukan sebagaimana di masa lalu. Harapan akan kedaulatan penuh tetap tergantung pada sikap Amerika Serikat.