kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.940.000   8.000   0,41%
  • USD/IDR 16.442   107,00   0,66%
  • IDX 7.936   30,42   0,38%
  • KOMPAS100 1.106   -3,16   -0,28%
  • LQ45 813   -4,14   -0,51%
  • ISSI 266   0,45   0,17%
  • IDX30 421   -2,53   -0,60%
  • IDXHIDIV20 488   -3,70   -0,75%
  • IDX80 123   -0,68   -0,55%
  • IDXV30 131   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 136   -1,35   -0,98%

Gen Z Pengusaha Muda Nilai Work-Life Balance Sebagai Perangkap


Rabu, 27 Agustus 2025 / 10:33 WIB
Gen Z Pengusaha Muda Nilai Work-Life Balance Sebagai Perangkap
ILUSTRASI. Ilustrasi orang sukses atau kesuksesan. Pengusaha muda Emil Barr menilai konsep work-life balance atau keseimbangan kerja-hidup merupakan sebuah “perangkap”. Ini yang perlu dilakukan.


Sumber: Fortune | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - Pengusaha muda Emil Barr menilai konsep work-life balance atau keseimbangan kerja-hidup merupakan sebuah “perangkap” bagi generasi ambisius yang ingin membangun kekayaan sejak usia muda.

Ia berpendapat, keseimbangan tradisional justru dapat membuat seseorang terjebak dalam kenyamanan mediokritas.

Barr, yang baru berusia 22 tahun, merupakan pendiri Step Up Social, mitra pengelola Candid Network, sekaligus salah satu pendiri Flashpass. Ia mengaku telah membangun dua perusahaan dengan nilai gabungan lebih dari US$ 20 juta.

Menurutnya, keberhasilan tersebut didapat dengan mengorbankan waktu bersenang-senang bersama teman sebayanya.

Baca Juga: Triliuner Termuda Lucy Guo Anggap Bekerja 12 Jam Sehari Termasuk Work-Life Balance

“Ketika Anda menaruh kesuksesan di depan sejak awal, Anda membeli kemewahan untuk memilih jalan hidup Anda di masa depan,” tulis Barr dalam sebuah opini di Wall Street Journal.

Namun, keberhasilan itu datang dengan harga mahal. Saat membangun Step Up Social dari kamar asramanya di Universitas Miami, Ohio, Barr hanya tidur rata-rata 3,5 jam per malam dan bekerja sekitar 12,5 jam setiap hari pada tahun pertamanya. 

Akibatnya, ia mengalami kenaikan berat badan hingga 36 kilogram, menderita kecemasan, dan sangat bergantung pada minuman energi agar tetap mampu bekerja.

Meski begitu, Barr menilai intensitas kerja tersebut merupakan satu-satunya cara membangun perusahaan bernilai jutaan dolar.

Baca Juga: 5 Tips Menerapkan Work Life Balance yang Baik Agar Terhindar dari Stres Berlebihan

Ia menekankan adanya jendela waktu yang sempit untuk membangun sesuatu yang berarti, terutama ketika seseorang masih berada di masa puncak fisik dan kognitif.

“Gaji awal median bagi lulusan perguruan tinggi di Amerika Serikat adalah US$ 55.000. Artinya, butuh waktu bertahun-tahun untuk meraih satu juta pertama,” ujarnya. 

“Tetapi jika Anda mengoptimalkan masa produktif secara brutal, Anda bisa meraih kebebasan finansial di usia 30 tahun dan memiliki pilihan untuk seumur hidup,” terangnya.

Baca Juga: Malaysia Rangking 2 Work-Life Balance Terbaik di Asia, Indonesia Posisi Berapa?

Dalam tulisannya, Barr memaparkan lima strategi yang ia terapkan untuk mengoptimalkan secara brutal.

Pertama, ia menyerahkan pekerjaan non-esensial seperti bersih-bersih, memasak, dan berbelanja kepada pihak lain. 

Kedua, ia memangkas komitmen sosial meski harus kehilangan teman dan mengalami kesepian. 

Ketiga, ia memilih mata kuliah yang relevan dengan bisnisnya dan menghindari kelas yang melarang penggunaan laptop. 

Keempat, ia menggunakan zero-base calendar di mana setiap agenda sosial, termasuk acara keluarga, harus ditimbang terhadap kewajiban bisnis. 

Kelima, ia berupaya menghemat waktu transportasi, bahkan rela membayar lebih untuk penerbangan singkat ketimbang menempuh perjalanan darat berjam-jam.

Meski mengorbankan banyak hal, Barr menegaskan bahwa tujuannya bukan untuk selamanya meniadakan work-life balance. Ia berencana memperlambat ritme setelah mencapai target menjadi miliarder pada usia 30 tahun. 

Pada tahap itu, ia berharap memiliki waktu dan sumber daya untuk fokus pada isu-isu sosial seperti perubahan iklim, kepunahan spesies, dan ketidaksetaraan ekonomi.

Baca Juga: 10 Negara dengan Work-Life Balance Terbaik Tahun 2025

Pandangan Barr menambah panjang daftar pemimpin yang menyoroti isu keseimbangan kerja-hidup.

Mantan Presiden AS Barack Obama pernah mengatakan bahwa untuk menjadi unggul dalam bidang apa pun, baik olahraga, musik, bisnis, maupun politik, seseorang pasti akan melalui fase hidup yang tidak seimbang dan hanya berfokus pada pekerjaan.

CEO Zoom, Eric Yuan, juga menilai work-life balance tidak berlaku bagi para pemimpin, karena dirinya bahkan rela meninggalkan hobi demi mengurus perusahaan bernilai US$ 20 miliar. Namun, ia tetap menegaskan bahwa keluarga adalah prioritas utama.

Baca Juga: Hanwha Life Tambah Produk Hanwha Secure Guard, Sasar Gen Z dan Milenial

Sementara itu, CEO JPMorgan, Jamie Dimon, menekankan pentingnya menjaga kesehatan mental, fisik, serta hubungan sosial.

Ia percaya jika seseorang bekerja dengan efisien dan tidak membuang waktu, tetap ada ruang untuk menjalani kehidupan pribadi.

Selanjutnya: 10 Pasar Saham Terbesar di Dunia: AS Memimpin, China Tertinggal Jauh

Menarik Dibaca: Cari Film Nirina Zubir? Tonton 6 Rekomendasi Film Terbaiknya di Sini




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

[X]
×