Sumber: Newsweek | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Greenland telah memberikan izin kepada konsorsium Denmark-Perancis untuk menambang anorthosite, sebuah batuan putih langka yang memainkan peran kunci dalam produksi aluminium.
Langkah ini menandai kemajuan kerja sama ekonomi dengan Eropa, di tengah ketertarikan Amerika Serikat yang belum membuahkan hasil nyata.
Izin Tambang 30 Tahun Diberikan kepada Greenland Anorthosite Mining
Greenland Anorthosite Mining (GAM), yang didukung oleh perusahaan investasi real estat dari Denmark, Greenland, dan grup investasi Perancis Jean Boulle Group, telah diberikan izin eksploitasi selama 30 tahun oleh pemerintah Greenland.
Perusahaan ini akan menambang anorthosite dari wilayah barat Greenland dan mengekspornya dalam bentuk batuan hancur untuk kebutuhan industri fiberglass.
Baca Juga: Bagaimana Pendapat Warga AS Tentang Pencaplokan Greenland & Kanada oleh Trump?
Menurut Menteri Sumber Daya Mineral Greenland, Naaja Nathanielsen, proyek ini bertujuan menjadi alternatif yang lebih ramah iklim dibandingkan penggunaan bauksit dalam produksi aluminium untuk pesawat, kendaraan, dan sektor pertahanan.
Ketertarikan AS Tak Dibarengi Investasi Konkret
Meskipun Presiden Donald Trump secara terbuka menyatakan keinginannya untuk “membeli Greenland” pada masa jabatan pertamanya, dan menyebut bahwa “AS sangat membutuhkan Greenland,”
ketertarikan tersebut belum membuahkan investasi nyata. Naaja menyebut bahwa meski delegasi bisnis swasta AS telah berkunjung, belum ada dialog formal atau pendanaan langsung dari pihak AS.
Sebaliknya, kerja sama dengan negara-negara Eropa dan Denmark menunjukkan perkembangan lebih lancar.
Mengapa Anorthosite Penting?
Anorthosite adalah batuan putih yang terdiri dari aluminium, mikro silika, dan kalsium, dan digunakan secara luas dalam industri fiberglass serta berpotensi menjadi alternatif ramah lingkungan untuk bauksit dalam proses produksi aluminium.
Dalam konteks geopolitik dan iklim, penambangan anorthosite dari Greenland dianggap sebagai langkah strategis. Wilayah ini menyimpan banyak sumber daya mineral yang sangat dibutuhkan dunia industri, di tengah meningkatnya permintaan global akan material hijau dan berkelanjutan.
Baca Juga: Trump Berencana Ganti Nama Greenland Jadi Red, White, and Blueland Jika Sukses Dibeli
Kendala Hukum Hambat Investasi AS
Menurut Jesper Willaing Zeuthen, dosen di Universitas Aalborg, Denmark, ketertarikan Trump terhadap Greenland kemungkinan besar lebih kepada investasi jangka panjang dalam sumber daya alam, bukan pengembangan tambang langsung. Namun, peraturan hukum Greenland yang mengharuskan izin tambang bersifat sementara dan disertai aktivitas eksplorasi mahal membuat pendekatan “beli dan tunggu” ala investor AS sulit diterapkan.
Zeuthen menjelaskan bahwa di AS, investor dapat membeli tanah berikut hak mineral di bawahnya. Namun di Greenland, semua lahan adalah milik negara, sehingga pendekatan tersebut tidak berlaku.
Meskipun izin telah diberikan, GAM tetap harus mencari pendanaan tambahan untuk memulai tahap pembangunan tambang—sebuah rintangan yang telah menggagalkan banyak proyek sebelumnya di Greenland. Keterlibatan investor Eropa menunjukkan adanya komitmen jangka panjang, namun tantangan ekonomi dan logistik tetap membayangi.